BAB V
ASPEK POLITIK
Persoalan yang pertama-tama timbul dalam Islam menurut sejarah adalah persoalan politik.
Sewaktu Nabi mulai menyiarkan agama Islam beliau belum dapat membentuk suatu masyarakat yang kuat. Akhirnya Nabi bersama Sahabat dan umat Islam lainnya, seperti diketahui, terpaksa meninggalkan
Di
Pengganti beliau yang pertama ialah Abu Bakar. Abu Bakar menjadi Kepala dengan memakai gelar Khalifah, yang arti lafzinya ialah Pengganti (Inggeris : Successor). Kemudian setelah Abu Bakr wafat, Umar Ibn Al-Khattab menggantikan beliau sebagai Khalifah yang kedua. Usman Ibn Affan selanjutnya menjadi Khalifah yang ketiga dan pada pemerintahannyalah mulai timbul persoalan-persoalan politik. Ahli sejarah menggambarkan Usman sebagai orang lemah dan tak kuat untuk menentang ambisi kaum keluarganya yang kaya dan berpengaruh dalam masyarakat Arab pada waktu itu. Politik nepotisme ini menimbulkan reaksi yang tidak menguntungkan bagi kedudukan Usman sebagai Khalifah.
Sahabat- sahabat Nabi yang pada mulanya menyokong Usman, akhirnya berpaling. Sebagai reaksi terhadap keadaan ini,
Dalam peperangan yang terjadi Talhah dan Zubeir mati terbunuh, sedang Aisyah dikirim kembali ke Mekkah. Tantangan kedua datang dari Mu'awiah, gubernur Damaskus yang tidak mengakui Ali sebagai Khalifah bahkan ia menuduh Ali turut campur tangan dalam soal pembunuhan Usman, Antara kedua golongan akhirnya terjadi peperangan di Siffin, Irak. Tentara Ali dapat mendesak tentara Mu'awiah sehingga yang tersebut akhir ini telah bersedia untuk lari.
Tetapi tangan kanan Mu'awiah, Amr Ibn Al-Aas, yang terkenal sebagai orang licik minta berdamai Imam-Imam yang ada dipihak Ali mendesak Ali supaya menerima tawarar itu dan dengan demikian dicarilah perdamaaan dengan mengadakan hakam yaitu arbitrase.
Sebagai pengantara diangkat dua orang : Amr Ibn Al-Aas dari pihak Mu'awiah dan Abu Musa Al-Asy'aru.dari pihak Ali Dalam pertemuan mereka berdua, kelicikan Amr mengalahkan perasaan takwa Abu Musa. terdapat permufakatan untuk menjatuhkan Ali dan Mu'awiah. Tetapi Amr, yang berbicara kemudian mengumumkan hanya menyetujui untuk menjatuhkan Ali sebagai telah dijelaskan Abu Musa dan menolak untuk menjatuhkan Mu'awiah. Mu'awiah yang pada mulanya hanya berkedudukan Gubernur kini telah naik derajatnya menjadi Khalifah yang tidak resmi.
Tidak mengherankan kalau putusan ini tidak diterima Ali dan ia tak mau meletakkan jabatan sehingga ia mati terbunuh di tahun 4661 M. Keadaan Ali menerima tipu muslihat Amr tidak disetujui oleh sebagian dari tentaranya.
Tentara ini mengasingkan diri dan ke luar dari barisan Ali. Mereka terkenal dalam sejarah dengan nama Khawarij, itu orang-orang yang keluar. Mereka mengatur barisan mereka dan selanjutnya menentang Ali. Antara Ali dan mereka terjadi peperangan. Dalam peperangan itu kaum Khawarij kalah, tetapi tentara Ali telah terlalu lemah untuk dapat meneruskan peperangan melawan Mu'awiah. Mu'awiah tetap berkuasa di Damaskus dan setelah ifatnya Ali ia dengan mudah dapat memperkuat kedudukannya bagai Khalifah di tahun 4661 M.
Perlu dijelaskan bahwa khalifah (pemerintahan); yang timbul sesudah wafatnya Nabi Muhammad, tidak mempunyai bentuk kerajaan; tetapi lebih dekat merupakan republic, dalam arti, Kepala negara dipilih dan tidak mempunyai sifat turun temurun. Abu Bakar diangkat menjadi Khalifah bukan atas tunjukan Nabi Muhammad, Kepala negara. Abu Bakar diangkat atas dasar permufakatan pemuka-pemuka Ansar dan Muhajirin dalam rapat Saqifah di Medinah.
Pengangkatan itu kemudian mendapat persetujuan dan pengakuan mat, yang dalam istilah Arabnya disebut bay'ah (
Sementara itu, seorang pemuka Khawarij bernama Najdah Ibn Amr Al-Hanafi mempunyai faham bahwa Kepala Negara diperlukan hanya jika maslahat umat menghendaki yang demikian. Kaum Khawarij dalam sejarah pecah menjadi beberapa kelompok, tetapi perbedaan faham mereka berkisar sekitar masalah- masalah teologi.
Kaum Syi'ah, berpendapat bahwa jabatan Kepala Negara bukanlah hak tiap orang Islam, bahkan pula tidak hak setiap orarag Quraisy, Dalam faham kaum Syi'ah imamah (jabatan Kepala Negara) adalah hak monopoli Ali Ibn Abi Talib dan keturunannya.
Sesuai dengan faham yang dibawa oleh Mu'awiah, imamah dalam teori Syi'ah mempunyai bentuk kerajaan dan turun temurun. Semestinya yang menggantikan Nabi Muhammad adalah anak beliau. Tetapi karena beliau tak mempunyai anak laki-laki yang hidup, jabatan itu seharusnya pergi ke anggota keluarga beliau yang terdekat. Ali Ibn Abi Talib, adalah anak paman beliau dan yang terpenting lagi adalah pula menantu beliau. Oleh karena itu, Ali-lah anggota keluarga Nabi yang terdekat. Tetapi setelah ternyata bahwa Bani Abbas memonopoli kekuasaan untuk mereka sendiri dan kemudian membentuk Dinasti Bani Abbas, kaum Syi'ah mengambil sikap melawan terhadap mereka. Gerakan mereka akhirnya mewujudkan khilafah Syi'ah di Mesir, yaitu khilafah Fatimiah (969 - 1171 M) dan kerajaan Syi'ah di Iran semenjak tahun 1502 M.
Dalam pada itu, kaum Syi'ah juga pecah ke dalam beberapa golongan. Yang terbesar ialah golongan Syi'ah Dua belas (
Pada Muhammad Al-Muntazar berhenti rangkaian Imam-imam Nyata. Imam ini menghilang baut sementara dan akan kembali lagi sebagai Al-Mahdi untuk langsung memimpin umat. Oleh karena itu ia disebut Imam Bersembunyi (
Di samping Syi'ah Duabelas ada pula Syi'ah Ismailiah. Imamimam mereka sampai dengan Imam Keenam masih sama dengan Imam-imam Syi'ah Duabelas. Perbedaan mulai timbul pada Imam Ketujuh. Karena mengakui hanya tujuh Imam Nyata, Syi'ah Ismaili, ini juga disebut Syi'ah Tujuh, sungguhpun pada akhirnya tidak semua berpegang teguh pada faham ini. Selanjutnya ada lagi Syi'ah Zaidiah, yaitu pengikut Zaid Ibn Ali Zain Al-Abidin. Berlainan dengan Syi'ah Duabelas dan Syi’ah Ismailiah mereka tidak menganut teori Imam Bersembunyi. Imam harus langsung memimpin umat. Jabatan Imam harus berasal dari keturunan Ali dan Fatimah.
Di samping ketiga golongan besar ini, masih ada golongan- golongan kecil seperti Syi'ah Saba'iah, pengikut Abdullah Ibn Saba', Syi'ah Al-Ghurabiah, Syi'ah Kisaniah, pengikut Al Mukhtar Ibn Ubaid Al-Tsaqafi dan Syi'ah Al-Rafidah. Imam mempunyai sifat kekudusan yang diwarisi dari Nabi Faham-faham ini sama-sama dianut oleh Syi'ah Duabelas dan Syi'ah Ismailiah. Tetapi di antara golongan Ismailiah ada yang membawa faham-faham itu bersifat ekstrim. Sehubungan dengan kesucian Imam dari perbuatan salah, mereka umpamanya berpendapat bahwa sungguhpun Imam melakukan perbuatan salah, perbuatannya itu sebenarnya tidak salah.
Syi'ah Zaidiah, berlainan dengan Syi'ah Duabelas dan Syi'ah Ismailiah berpendapat bahwa Imam tidaklah ditentukan Nabi orangnya, tetapi hanya sifat-sifatnya. Sifat-sifat tersebut adalah sifat bagi Imam terbaik (
kedua disebut Imam mafdul (
Di samping yang tersebut di atas ada lagi faham-faham yang diajukan oleh Syi'ah ekstrim (
Ahli Sunnah tidak menerima faham-faham tersebut di atas. Bagi mereka Ali dan keturunannya adalah manusia biasa, sama dengan Abu Bakar, Umar, Usman dan lain-lain. Oleh karena itu Jabatan Kepala Negara dalam teori mereka tidak dikhususkan untuk Ali dan keturunannya dan kalaupun dikhususkan hanya untuk suku Quraisy.
Menurut Al-Mawardi syarat-syarat yang diperlukan untuk menjadi Khalifah atau Imam, selain kesukuan Quraisy antara lain adalah sifat-sifat adil, berilmu, sanggup mengadakan ijtihad, sehat mental dan fisik, berani dan tegas. Imam dipilih oleh orang-orang yang berhak untuk memilih (
mementingkan ketertiban dalam masyarakat. Ibn Jama'a sama dengan Al-Ghazali.
Selain dari kaum teolog, kaum filosof Islam juga membahas soal politik dalam Islaseperti pemikiran politik Al-Farabi yang banyak dipengaruhi oleh filosof Yunani, Plato, yang menguraikan bahwa negara terbaik ialah negara yang dikepalai seorang Rasul. Tetapi karena zaman Rasul-rasul telah selesai, maka negara terbaik kelas dua ialah negara yang dikepalai oleh seorang filosof.
Ibnu Sina juga berpendapat bahwa negara terbaik adalah Negara yang dipimpin Rasul dan sesudah itu negara yang dipimpin filosof,
Khalifah harus orang yang ahli dalam soal hukum (Syari'ah) mementingkan soal spirituil dan moral rakyat, dan mesti bersikap adil. Ia harus membawa umat kepada kebahagiaan di dunia dan kebahagiaan di akhirat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar