Minggu, 21 Desember 2008

GERAKAN MUHAMMADIYAH

BAB I
IJTIHAD


1.APA IJTIHAD ITU ?

Menurut bahasa, ijtihad berarti (bahasa Arab اجتهاد) Al-jahd atau al-juhd yang berarti la-masyaqat (kesulitan dan kesusahan) dan akth-thaqat (kesanggupan dan kemampuan). Dalam al-quran disebutkan:
“..walladzi lam yajidu illa juhdahum..”
artinya: “… Dan (mencela) orang yang tidak memperoleh (sesuatu untuk disedekahkan) selain kesanggupan”(at-taubah:79).
Kata al-jahd beserta serluruh turunan katanya menunjukkan pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa dan sulit untuk dilaksanakan atau disenangi.Dalam pengertian inilah Nabi mengungkapkan kata-kata:
“Shallu ‘alayya wajtahiduu fiddua"
artinya:”Bacalah salawat kepadaku dan bersungguh-sungguhlah dalam dua”
Demikian dengan kata Ijtihad “pengerahan segala kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit.” Atas dasar ini maka tidak tepat apabila kata “ijtihad” dipergunakan untuk melakukan sesuatu yang mudah/ringan.Ijtihad menurut bahasa ini ada relevansinya dengan pengertian ijtihad menurut istilah, dimana untuk melakukannya diperlukan beberapa persyaratan yang karenanya tidak mungkin pekerjaan itu (ijtihad) dilakukan sembarang orang.Dan di sisi lain ada pengertian ijthad yang telah digunakan para sahabat Nabi. Mereka memberikan batasan bahwa ijtihad adalah “penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat pada Kitab-u ‘l-Lah dan Sunnah Rasul, baik yang terdekat itu diperoleh dari nash -yang terkenal dengan qiyas (ma’qul nash), atau yang terdekat itu diperoleh dari maksud dan tujuan umum dari hikmah syari’ah- yang terkenal dengan “mashlahat.”Dalam kaitan pengertan ijtihad menurut istilah, ada dua kelompok ahli ushul flqh (ushuliyyin) -kelompok mayoritas dan kelompok minoritas- yang mengemukakan rumusan definisi. Dalam tulisan ini hanya akan diungkapkan pengertian ijtihad menurut rumusan ushuliyyin dari kelompok mayoritas.Menurut mereka, ijtihad adalah pengerahan segenap kesanggupan dari seorang ahli fiqih atau mujtahid untuk memperoleh pengertian tingkat dhann terhadap sesuatu hukum syara’ (hukum Islam).


Dari definisi tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaku ijtihad adalah seorang ahli fiqih/hukum Islam (faqih), bukan yang lain.

2. Yang ingin dicapai oleh ijtihad adalah hukum syar’i, yaitu hukum Islam yang berhubungan dengan tingkah laku dan perbuatan orang-orang dewasa, bukan hukum i’tiqadi atau hukum khuluqi,

3. Status hukum syar’i yang dihasilkan oleh ijtihad adalah dhanni.Jadi apabila kita konsisten dengan definisi ijtihad diatas maka dapat kita tegaskan bahwa ijtihad sepanjang pengertian istilah hanyalah monopoli dunia hukum. Dalam hubungan ini komentator Jam’u ‘l-Jawami’ (Jalaluddin al-Mahally) menegaskan, “yang dimaksud ijtihad adalah bila dimutlakkan maka ijtihad itu bidang hukum fiqih/hukum furu’. (Jam’u ‘l-Jawami’, Juz II, hal. 379).Atas dasar itu ada kekeliruan pendapat sementara pihak yang mengatakan bahwa ijtihad juga berlaku di bidang aqidah. Pendapat yang nyeleneh atau syadz ini dipelopori al-Jahidh, salah seorang tokoh mu’tazilah. Dia mengatakan bahwa ijtihad juga berlaku di bidang aqidah. Pendapat ini bukan saja menunjukkan inkonsistensi terhadap suatu disiplin ilmu (ushul fiqh), tetapi juga akan membawa konsekuensi pembenaran terhadap aqidah non Islam yang dlalal. Lantaran itulah Jumhur ‘ulama’ telah bersepakat bahwa ijtihad hanya berlaku di bidang hukum (hukum Islam) dengan ketentuan-ketentuan tertentu.Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam.
Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu.
Fungsi Ijtihad
Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detil oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan baru dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist.
Jenis-jenis ijtihad
1. Ijma'adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati.
Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
2. QiyâsBeberapa definisi qiyâs' (analogi) :
Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik persamaan diantara keduanya.
Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan diantaranya.
Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam Al-Qur'an atau Hadis dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh).
3. IstihsânBeberapa definisi Istihsân:
1.Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena dia merasa hal itu adalah benar.
2.Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan olehnya.
3.Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang banyak.
4.Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.
5.Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada sebelumnya.


4. Mushalat murshalahAdalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskhnya dengan pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari kemudharatan.
5. Sududz DzariahAdalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentinagn umat.
6. IstishabAdalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya.
7. UrfAdalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis.


2.BAGAIMANAKAH MUHAMMADIYAH DAN IJTIHAD ?


Wilayah ijtihâd dan tajdîd Muhammadiyah sejak awal sebenarnya selalu terfokus pada persoalan historisitas kemanusiaan yang sekaligus juga menyentuh persoalan kebangsaan dan keumatan. Masalah pengentasan kemiskinan melalui jalur pendidikan dan pelayanan kesehatan merupakan persoalan keumatan yang kongkrit dan otentik. Sikap dan aksi nyata seperti itulah yang dilakukan oleh pendiri Muhammadiyah pada awal berdirinya dan terus berlangsung hingga kini. Karena etos amal kemanusiaan dan keagamaan ini perlu mendapat ruang dan respons yang lebih luas dari warga Muhammadiyah dan lainnya.


3.BAGAIMANA IJTIHAD DALAM KONTEKS PEMBAHARUAN DALAM KEHIDUPAN
BERMASYARAKAT ?


Pelanggaran hak asasi manusia, baik secara terselubung maupun secara terang-terangan, terjadi di berbagai penjuru dunia. Kekerasan, penindasan, dominasi, eksploitasi, dan tindakan lainnya yang merendahkan harkat dan martabat manusia, semakin meningkat dan beraneka ragam bentuknya. Hal ini menimbulkan keprihatinan dan menjadi tantangan bagi umat beragama, karena semua agama mengajarkan norma-norma luhur untuk membangun kehidupan individu dan sosial yang bermartabat.Banyak konsep yang telah dikemukakan untuk membangun kehidupan sosial yang lebih baik, namun sebagian belum disertai dengan penjabaran langkah-langkah untuk mewujudkannya, sehingga konsep terhenti dalam dataran teoritis,dan belum banyak memberikan manfaat dalam kehidupan masyarakat.Sebagai organisasi sosial keagamaan, tampaknya Muhammadiyah merespons carut- marutnya peradaban manusia di era global ini dengan melakukan ijtihad untuk membangun peradaban yang luhur. Hal ini terlihat dari tema yang diangkat dalam Muktamar Ke-45, yakni "Tajdid Gerakan Pencerahan untuk Peradaban". Sedangkan Muktamar Aisyiyah memilih tema: "Gerakan Dakwah Sosial Menuju Masyarakat Madani".Kedua tema ini terkait erat dengan pembangunan kultur masyarakat yang berkeadilan dan berperikemanusiaan. Apakah muktamar nanti akan menghasilkan rumusan yang siap pakai dan benar-benar direalisasi, atau sekadar konsep yang terhenti pada tataran teoritis? Tentu banyak faktor yang ikut menentukan jawabannya.Untuk membangun kehidupan sosial yang lebih baik, Muhammadiyah dan Aisyiyah telah mempunyai amal usaha yang tersebar di masyarakat dalam berbagai bidang, di antaranya pendidikan, kesehatan, sosial dan keagamaan. Untuk meningkatkan kualitas usaha tersebut, telah dimiliki pula konsep dakwah jamaah dan dakwah kultural, yang menggunakan wawasan dan bentuk budaya sebagai media dakwah.Dari tema Muktamar Aisyiyah Ke-45, secara eksplisit disebutkan bahwa pembangunan masyarakat yang akan dituju adalah terbentuknya masyarakat madani. Hal ini sinkron dengan pencerahan peradaban yang akan dilakukan Muhammadiyah, karena dalam konsep masyarakat madani mempunyai karakteristik yang memberikan penghargaan dan perlindungan terhadap hak-hak individu, pluralisme, dan transparansi. Kesemuanya itu merupakan unsur-unsur dari sebuah peradaban yang luhur.Untuk mewujudkan masyarakat madani, tentu bukan pekerjaan yang ringan, karena di era globalisasi ini terjadi gesekan dan tarik ulur antara nilai agama dengan budaya, sebagai dampak negatif dari kemajuan informasi dan komunikasi,yang sulit dibendung.Di samping faktor eksternal, dari sisi internal, tampaknya perlu ada pembenahan agar tercipta pemahaman terhadap pemikiran, langkah dan gerak untuk mewujudkan tujuan persyarikatan.Muhammadiyah dengan konsep dakwah jamaah dan dakwah kulturalnya, sesungguhnya telah mempunyai alat untuk membangun masyarakat madani di Indonesia. Sayangnya, konsep itu masih terhenti pada tataran teoritis, karena adanya polemik internal yang berkisar pada "status budaya lokal itu termasuk dalam kategori TBK (takhayul, bid'ah, dan khurafat) atau tidak. Hal semacam ini menimbulkan kegamangan pada sebagian anggota persyarikatan atau organisasi otonomnya, untuk melakukan dakwah kultural,yang menggunakan media budaya lokal untuk membumikan ajaran Islam.Perbedaan paradigma kebudayaan yang masih menimbulkan kontroversi semacam ini, perlu dicari titik temunya,sehingga konsep dakwah kultural dapat dipahami dan direalisir. Untuk itu, fungsi ijtihad sangat signifikan untuk menjawab persoalan kontemporer yang muncul di masyarakat, sehingga ruh ijtihad yang menjadi sumber pembaharuan tidak akan redup,dan berdampak pada tumbuhnya dinamika dalam menyikapi isu-isu global.Secara riil, tampaknya telah banyak warga Muhammadiyah yang secara individu melaksanakan ijtihad dalam berbagai persoalan kontemporer. Namun sering dilanda keraguan, karena menunggu petunjuk atau keputusan organisasi, sehingga terjadi keterlambatan dalam menyikapi persoalan baru yang bergulir begitu cepat di era global ini.Budaya memiliki sifat dinamis, dan selalu mengalami perubahan. Karena itu, Islam memberikan prinsip kebebasan dan selektivitas dalam menghadapi produk budaya. Dari mana pun datangnya budaya itu, boleh diterima asal tidak bertentangan dengan asas teologi kebudayaan Islam (tauhid) dan asas kemanfaatan budaya (rahmatan li al-'alamin).Ulama fikih telah memberikan pula perangkat metodologisnya melalui konsep 'urf yang mengakui adat dan budaya setempat sebagai bagian dari hukum Islam (al 'adah muhakkamah ). Apabila merujuk pada sejarah masa Rasulullah, maka ditemukan pula pengakuan terhadap eksistensi tradisi atau adat kesukuan / budaya lokal, sebagaimana tersirat dalam Piagam Madinah, pasal 2-10. Kiranya hal ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mencari jawaban dari persoalan budaya yang selalu berubah, dan membutuhkan langkah cepat dan tepat untuk mengantisipasinya, sehingga Muhammadiyah dan Aisyiyah akan lebih berperan dalam ikut menyelesaikan persoalan budaya, yang menghambat terwujudnya masyarakat madani di Indonesia.Muhammadiyah berjuang menggarap / mengolah secara langsung akan maxyarakat dengan memberikan pengertian dan membentuk kesadaran masyarakat agar masyarakat mau menerima dan melaksanakan ajaran dan ketentuan-ketentuan Islam bagi seluruh aspek kehidupannya. Sedang untuk menghadapi perjuangan dalam bidang politik kenegaraan ( perjuangan politik praktis ). Muhammadiyah berpendapat bahwa haruslah dilakukan dengan alat perjuangan lain ( alat perjuangan politik seperti partai politik ) yang ada di luar dan di samping organisasi Muhammadiyah yang dapat memperjuangkan cita-cita kenegaraan yang sesuai dengan faham dan fisi Muhammadiyah. Dalam hal itu untuk kemasyarakatan perjuangan Muhammadiyah memiliki kesadaran dan pandangan / orientasi politik.Menentukan teori strategi dan taktik perjuangan bukannya termasuk sesuatu yang diatur / ditentukan secara mutlak oleh Agama, tetapi hal ini adalah seauatu yang merupakan pemikiran dan perhitungan yang termasuk masalah dunia.Dalam bidang berjuang menghadapi bidang masyarakat, Muhammadiyah membagi manusia / masyarakat menjadi 2 bagian yaitu :1.yang belum mau menerima ajaran Islam disebut Ummat Dakwah,2.yang sudah mau menerima ajaran Islam disebut Ummat Ijabah.Terhadap Ummat Dakwah, kewajiban Muhammadiyah ialah berusaha sampai mereka mau menerima kebenaran ajaran Islam setidak-tidaknbya mereka mau mengerti dan tidak memusuhinya. Sedang terhadap Ummat Ijabah, kewajiban Muhammadiyah ialah menjaga dan memelihara agama mereka, serta berusaha memurnikan dan menyempurnakannya dalam ilmu dan amalnya. Senuabya itu dilaksanakan dengan dakwah Islam dan amar ma’ruf nahi munkar yang sifatnya tabsir ( menggembirakan ), tajdid ( pembaharuan ) dan islah ( membangun ).Seperti telah ditegaskan dalam Matan Keyakinan dan cita-cita hidup bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan yang berasas Islam bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.Sesuai dengan cita-cita itu, bagi Muhammadiyah masyarakat adalah merupakan lapangan dan area geraknya, yang secara sunguh-sungguh akan diperkembangkan ke arah kehidupan yang sejahtera naungan ridho illahi. Dalam memperkembangkan masyarakat ke arah kehidupan sejahtera itu Muhammadiyah tekah bertekad untuk menggunakan system Dakwah Jama’ah, yaitu proses dakwah yang menggunakan system pendekatan secara langsung kepada masyarakat melalui problema-problema yang tengah dihadapi oleh masyarakat untuk dikembangkan ke arah kehidfupan yang sejahtera.Di samping itu dengan tetap berotientasi kepada kesejahteraan masyarakat, Muhammadiyah juga bertekad untuk meningkatkan pelaksanaan pola tugasnya seperti yang dirumuskan dalam Anggaran Dasar pasal 4, sehingga kehadiran Muhammadiyah dalam seluruh kehidupan benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat.


BAB II GERAKAN MUHAMMADIYAH


a. Biografi dari Muhammadiyah


Ahmad Dahlan Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991). Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana 'Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, K.H. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Disamping itu, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat.Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi.Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari dan Imogiri dan lain-Iain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah.Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang diantaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kanu wal- Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering (persidangan umum).b. Berdirinya Muhammadiyah dan berikut hal-hal yang Melatarbelakangi BerdirinyaSejarah singkat berdirinya Muhammadiyahsumber buku : Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (dalam Perspektif Historis dan Ideologis) Drs H Mustafa Kaml Pasha , B. EdAhmad Adaby Darban , SUPerserikatan Muhammadiyah sudah dikenal luas sejak beberapa puluh tahun yang lalu , oleh masyarakat Internasioanal , khususnya oleh masyarakat 'alam Ialamy. Nama Muhammadiyah sudah sangat akrab di telinga masayarkat pada umumnya .Adapun arti nama muhammadiyah dapat dilihat dari dua segi , yaitu arti bahasa atau etimologis dan arti istilah atau terminologis.Arti Bahasa atau estimologis :Muhammadiyah berasal dari kata bahasa arab "Muhammad" yaitu nama nabi atau Rasul yang terakhir.Kemudian mendapatkan "ya nisbiyah "yang artinya menjeniskan .Jadi Muhammadiyah berarti umatnya Muhammad atau pengikut Muhammad. Yaitu semua oraqng yang menyakini bahwa Muhammad adalah hamba dan pesuruh Allah yang terakhir .Denga demikian siapapun yang beragama Islam maka dia adalah orang Muhammadiyah , tanpa dilihat atau dibatasi oleh perbedaan Organisasi, golongan bangsa , geografis , etnis , dsb.Arti Istilah atau terminologis :Muhammadiyah adlah gerakan Islam , Dakwah AmarMakruf Nahi Munkar , berasa Islam dan bersumber Al Qur'an dan Sunah didirikan oleh KHA . Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H, bertepatan tanggal 18 November 1912 M di kota Yogyakarta .Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah denga maksud untuk berta'faul (berpengharapan baik )dapat menconytoh dan meneladani jejeak perjuangan nabi Muhammad SAW. dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam semata - mata demi terwujudnya Izzul Islam wal Muslimin, kejayaan Islam sebagai idealita dan kemulian hidup umat Ilam sebagai realita.Latar Belakang berdirinya Muhammadiyah1.Faktor subyektifFaktor Subyektif yang sangat kuat , bahkan dikatakan sbagai faktor utama dan faktor penentu yang mendorong berdiri8nya Muhammadiyah adlah hasil pendalaman KHA . Dahlan terhadap Al Qur'an dalm menelaah , membahas dan meneliti dan menbkaji kandunagn isinya .Sikap KHA Dahlan seprti ini sesunguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat 82 dan surat MUhammad ayat 24 yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat .Sikap seperti ini pulalah yang dilakukan KHA Dahaln ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 ::"Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan , menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar , merekalah orang - orang yanag beruntung ".Memahami seruan diatas , KHA Dahlan tergerak hatinya untuk membangansebauh perkumpulan , organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada malaksanakan misi dakwah Islam amar Makruf Nahi Munkar di tengah masyarakat kita .2. Faktor ObyektifAda beberapa sebab yang bersifat objektif yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah, yang sebagian dapat dikelompokkan dalam faktor internal, yaitu faktor-faktor penyebab yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam Indonesia, dan sebagiannya dapat dimasukkan ke dalam faktor eksternal, yaitu faktor-faktor penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat Islam Indonesia.Faktor obyektif yang bersifat internala. Ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya Al-Quran dan as-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesiab. Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang siap mengemban misi selaku ”Khalifah Allah di atas bumi”Faktor obyektif yang bersifat eksternala. Semakin meningkatnya Gerakan Kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesiab. Penetrasi Bangsa-bangsa Eropa, terutama Bangsa Belanda ke Indonesiac. Pengaruh dari Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam.c. Lambang Muhammadiyaha. Bentuk LambangLambang persyarikatan berbentuk matahari yang memancarkan dua belas sinar yang mengarah ke segala penjuru, dengan sinarnya yang putih bersih bercahaya. Di tengah-tengah matahari terdapat tulisan dengan huruf Arab; Muhammadiyah. Pada lingkaran atas yang mengelilingi tulisan Muhammadiyah terdapat: tulisan berhuruf Arab, berujud kalimat syahadat tauhid: “Asyhadu anla ila-ha illa Allah” (saya bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali Allah), dan pada lingkaran bagian bawah tertulis kalimat syahadat Rasul “Waasyhadu anna Muhammadan Rasulullahi” (dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah). Seluruh gambar matahari dengan atributnya berwarna putih dan terletak di atas warna dasar hijau daun.
b. Maksud LambangMatahari adalah merupakan salah satu benda langit ciptaan (makhluk) Allah. Dalam sistem tata surya matahari menempati posisi sentral (heliosentris) yaitu menjadi titik pusat dari semua planet-planet lain. Matahari merupakan benda langit yang dari dirinya sendiri memiliki kekuatan memancarkan sinar panas yang sangat berguna bagi kehidupan biologis semua makhluk hidup yang ada di bumi. Dan tanpa panas sinar matahari bumi akan membeku dan gelap gulita, sehingga semua makhluk hidup tidak mungkin dapat meneruskan kehidupannya.Muhammadiyah menggambarkan jati diri, gerak serta manfaatnya sebagaimana matahari. Kalau matahari menjadi penyebab lahiriyah berlangsungnya kehidupan secara biologis bagi seluruh makhluk hidup yang ada di bumi, maka Muhammadiyah akan menjadi penyebab lahirnya, berlangsungnya kehidupan secara spiritual, rohaniyah bagi semua orang yang mau menerima pancaran sinarnya yang berupa ajaran agama Islam sebagaimana yang termuat dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah. Ajaran Islam yang hak dan lagi sempurna itu seluruhnya berintikan dua kalimat syahadat itulah digambarkan oleh surat al-Anfal 24:”Wahai orang-orang yang beriman! penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian”.Dua belas sinar matahahari yang memancar ke seluruh penjuru mengibaratkan tekad dan semangat pantang menyerah dari warga Muhammadiyah dalam memperjuangkan Islam di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia sebagai tekad dan semangat pantang mundur dan menyerah dari kaum Hawary, yaitu sahabat Nabi Isa as yang jumlahnya dua belas orang. Karena tekad dan semangatnya telah teruji secara meyakinkan maka Allah pun berkenan mengabadikan mereka dalamsalah satu ayat Al-Qur’an, yaitu surat as-Shaf ayat 14:”Wahai’ sekalian orang yang beriman! jadikanlah kalian penolong-penolong (agama) Allah, sebagaimana ucapan Isa putra Maryam kepada kaum Hawary: ”Siapa yang bersedia menolongku (semata-mata untuk menegakkan agama Allah”), lalu segolongan banl israil beriman dan segolongan (yang kafir) kafir: maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, maka jadilah mereka orang-orang yang menang”.Warna putih pada seluruh gambar matahari melambangkan kesucian dan keikhlasan.Muhammadiyah dalam berjuang untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam tidak ada motif lain kecuali semata-mata mengharapkan keridlaan Allah. Keikhlasan yang menjadi inti (nucleus) ajaran ikhsan sebagaimana yang diajarkan Rasullulah benar-benar dijadikan jiwa dan ruh perjuangan Muhammadiyah, dan yang sejak awal kelahiran Muhammadiyah sudah ditanamkan oleh KHA. Dahlan. Sebab telah diyakini secara sungguh-sungguh bahwa setiap perjuangan yang didasari oleh iman dan ikhlas maka kekuatan apapun tidak ada yang mampu mematahkannya (lihat surat Shadd 73-85, as-Shaffat 138, al-A’raf 11-18).Warna hijau yang menjadi warna dasar melambangkan kedamaian dan kesejahteraan. Muhammadiyah berjuang di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia dalam rangka merealisasikan ajaran agama Islam yang penuh dengan kedamaian, selamat dan sejahtera bagi umat manusia (al-Anbiya’ ayat 107).
d. Maksud dan Tujuan Muhammadiyah
Sesuai dengan Anggaran Dasar Muhammadiyah, Bab 3 Pasal 6 tentang maksud dan tujuan muhammadiyah yang isinya :Pasal 6Maksud dan TujuanMaksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.Muhammadiyah sebagai gerakan Islam memiliki cita-cita ideal yaitu mewujudkan “masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Dengan cita-cita yang ingin diwujudkan itu Muhammadiyah memiliki arah yang jelas dalam gerakannya.Cita-cita ideal yang ingin diwujudkan Muhammadiyah terkandung dalam rumusan maksud dan tujuan, yakni “menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” (Bab III. Pasal 6). Sering muncul pertanyaan seputar makna atau kandungan isi dari maksud dan tujuan Muhammadiyah tersebut. Apakah yang dimaksudkan dengan kalimat “menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam” itu? Apa pula, dan ini lebih sering dipertanyakan, yang dimaksud dengan “masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” itu? Dua pertanyaaan yang elementer, tetapi memang sangat penting untuk diketahui dan dipahami khususnya oleh anggota Muhammadiyah. Guna menjawab pertanyaan tersebut, pertama-tama perlu diketahui konteks lahirnya perumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah tersebut, yang kedua substansi atau isinya dengan merujuk pada pemikiran-pemikiran yang selama ini berkembang dalam Muhammadiyah.Jika dilacak pada rumusan Anggaran Dasar (Statuten) Muhammadiyah sejak berdiri tahun 1912 hingga Muktamar ke-45 tahun 2005, Muhammadiyah telah menyusun dan melakukan perubahan Anggaran Dasar (AD) sebanyak 15 (lima belas) kali yaitu pada berturut-turut pada tahun 1912, 1914, 1921, 1934, 1941, 1943, 1946, 1950 (dua kali), 1959, 1966, 1968, 1985, 2000, dan 2005. Adapun untuk Anggaran Rumah Tangga (ART) sebanyak 8 (delapan) kali dimulai dan berturut tahun 1922, 1933, 1952, 1961, 1967, 1969, 1987, 2000, dan 2005. Dari kandungan isi AD/ART Muhammadiyah tersebut ditemukan data bahwa rumusan tujuan mewujudkan/terwujudnya “masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” ditetapkan pada AD tahun 1946, sedangkan sejak berdirinya sampai awal tahun kemerdekaan Indonesia tersebut tidak ditemukan rumusan tujuan sebagaimana dimaksud.Dari data yang dihimpun Mh. Djaldan (1998), ditemukan pula bahwa rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah sebagaimana dimaksud, mengalami perubahan redaksional yang sedikit berbeda yakni, tahun 1946 dan 1959, serta perubahan isi pada tahun 1985. Pada AD tahun 1946 tertera kalimat “Maksud dan tujuan Persyarikatan ini akan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga dapat mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”, sementara pada AD tahun 1959 berbunyi “Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga dapat terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.Pada tahun 1985, maksud dan tujuan Muhammadiyah mengalami perubahan isi menjadi “Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu wata‘ala”. Penggantian tahun 1985, terjadi karena pemaksaan rezim Soeharto di era Orde Baru yang melalui Undang-Undang Tahun 1985 yang mengharuskan seluruh organisasi politik dan kemasyarakatan untuk berasas (tunggal) Pancasila, sehingga Muhammadiyah diharuskan selain mengganti asas Islam yang telah dirumuskan sejak tahun 1959 menjadi asas Pancasila, sekaligus mengubah rumusan tujuannya melalui proses yang sangat alot hingga menunda muktamarnya selama dua tahun.Dalam Statuten (Anggaran Dasar) pertama tahun rumusan maksud/tujuan Muhammadiyah belum mengarah ke format masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, kendati spiritnya boleh jadi sama. Pada Statuten 1912 artikel (pasal?) kedua dinyatakan sebagai berikut:“Maka perhimpunan itu maksudnya:a. Menyebarluaskan pengajaran Agama Kanjeng Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputera di dalam residensi Yogyakarta, danb. Memajukan hal Agama kepada anggota-anggotanya.” Agar memperoleh gambaran yang lengkap mengenai rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah dalam rentang perubahan AD/ART Muhammadiyah tersebut berikut penulis cuplikan dalam tabel : Maksud dan Tujuan Muhammadiyah tahun 1912-2005
NO. TH. RUMUSAN MAKSUD DAN TUJUAN MUHAMMADIYAH
1912 “Maka perhimpunan itu maksudnya:a. Menyebarluaskan pengajaran Agama Kangjeng Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputera di dalam residensi Yogyakarta, danb. Memajukan hal Agama kepada anggauta-anggautanya
1914 Maksud Persyarikatan ini yaitu:a. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama Islam di Hindia Nederland, danb. Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama Islam kepada lid-lid-nya.
1921 Maksud Persyarikatan ini yaitu:a. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama Islam di Hindia Nederland, danb. Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama Islam kepada lid-lid-nya.
1934 Hajat Persyarikatan itu:a. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama Islam di Hindia Nederland, danb. Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama Islam kepada lid-lid-nya (segala sekutunya).
1941 Hajat Persyarikatan:a. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama Islam di Indonesia, danb. Memajukan dan menggembirakan cara hidup sepanjang kemauan agama Islam kepada lid-lid-nya (segala sekutunya).
1943 Sesuai dengan kepercayaan untuk mendirikan kemakmuran bersama seluruh Asia Raya, di bawah pimpinan Dai Nippon, dan memang diperintahkan oleh Tuhan Allah, maka perkumpulan ini:a. hendak menyiarkan agama Islam, serta melatihkan hidup yang selaras dengan tuntunannya,b. hendak melakukan pekerjaan kebaikan kebaikan umum,c. hendak memajukan pengetahuan dan kepandaian serta budi pekerti yang baik kepada anggauta-anggautanya; kesemuanya itu ditujukan untuk berjasa mendidik masyarakat ramai.
1946 Maksud dan tujuan Persyarikatan ini akan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga dapat mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
1950 (1) Maksud dan tujuan Persyarikatan ini akan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga dapat mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
1950 (2) Maksud dan tujuan Persyarikatan ini akan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga dapat mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
1959 Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga dapat terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
1966 Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga dapat terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
1968 Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga dapat terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
1985 Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu wata‘ala.
2000 Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga dapat terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
2005 Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga dapat terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
Sumber: Hasil pengolahan dari himpunan Mh. Djaldan Badawi, Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah 1912-1985 (Yogyakarta: Sekretaria PP Muhammadiyah), 1998. Dan dokumen PP Muhammadiyah untuk tahun 2000 dan 2005.
Perubahan substansi dan formulasi tujuan Muhammadiyah tersesbut tampaknya menggambarkan perkembangan cara berpikir dan konteks yang dihadapi Muhammadiyah pada setiap babakan sejarah tertentu. Menurut Prof. KH. Farid Ma’ruf dalam buku Pendjelasan Tentang Maksud dan Tudjuan Muhammadijah (Jakarta: Penerbit Yayasan Santakam, 1966, hal. 8) bahwa “perubahan yang bertingkat-tingkat seperti tersebut di atas itu membayangkan dengan jelas, kemajuan hasil yang telah dicapai oleh Muhammadiyah dengan bertingkat-tingkat, dan juga menggambarkan dengan nyata perkembangan berpikir dari para pemimpin dan anggauta-anggautanya yang tambah lama semakin maju juga.” Jadi, terdapat sistematisasi pemikiran yang lebih maju dari perubahan formulasi tujuan Muhammadiyah sebagaimana dalam pemikiran-pemikiran formal lainnya.Namun, kendati terjadi perubahan formulasi tujuan, terdapat konsistensi yakni ruh atau spirit gerakan yang tetap konsisten untuk mengemban risalah Islam dan orientasi pada usaha menyebarluaskan dan memajukan kehidupan sepanjang kemauan ajaran Islam melalui lapangan kemasyarakatan dan tidak melalui jalur kekuasaan-negara. Dalam penjelasan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Tafsir Anggaran Dasar Muhammadijah Lengkap dengan Muqaddimahnya (Yogyakarta: PP Muhammadiyah, 1954, hal. 16 ) mengenai perubahan redaksional maksud dan tujuan Muhammadiyah itu dikemukakan sebagai berikut: “Kalau orang mengikuti perkembangan Muhammadiyah melalui berbagai aman yang berlainan coraknya, adalah memang sedemikian harusnya mencantumkan maksud dan tujuannya. Akan tetapi, intinya tetap, mewujudkan ISLAM bagaimana dan apa mestinya
e. Amal Usaha Muhammadiyah (AUM)Dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah yang luas dan besar itu, maka luas dan besar pula amal usaha Muhammadiyah. Sudah barang tentu pada mulanya belum sebesar yang ada sekarang ini. Lebih-lebih pada saat itu banyak rintangan dan halangan yang dihadapi, baik dari ulama-ulama yang belum dapat menerima cara pemahaman agama Islam KHA. Dahlan maupun kaum pemegang adat yang gigih mempertahankan tradisi nenek-moyangnya.Usaha yang mula-mula, disamping dalam bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah Muhammadiyah lebih banyak ditekankan pada pemurnian tauhid dan ibadah dalam Islam seperti:a. Meniadakan kebiasaan menujuhbulani (jawa=tingkep), yaitu selamatan bagi orang hamil pertama kali memasuki bulan ke tujuh, kebiasaan ini merupakan peninggalan dari adat jawa kuno, biasanya diadakan engan membuat rujak dari kelapa muda yang belum berdaging yang dikenal dengan nama cengkir dicampur dengan berbagai bahan-bahan lain seperti buah delima, buah jeruk, dan lain-lain.b. Menghilangkan tradisi keagamaan yang tumbuh dari kepercayaan Islam sendiri. Seperti: selamatan untuk menghormati Syekh Abdul Kadir Jaelani, Syekh Saman dan lain-lain yang dikenal dengan manakiban; perayaan dimana banyak diisi dengan puji-pujian serta meminta syafaat (pertolongan) kepada tokoh yang sedang diperingatinya. Selain itu terdapat pula kebiasaan membaca barzanji yaitu suatu karya puisi serta syair-syair yang mengandung banyak pujian kepada Nabi Muhammad SAW yang disalahartikan.c. Bacaan surat Yasin dan bermacam-macam dzikir yang khusus dibaca pada malam Jum’at, dan hari-hari tertentu adalah suatu bid’ah. Begitu pula ziarah hanya pada waktu-waktu tertentu dan pada kuburan tertentu; ibadah yang tidak ada dasarnya dalam agama, juga harus ditinggalkan;yang boleh ialah ziarah kubur dengan tujuan untuk mengingat adanya kematian pada setiap makhluk Allah.Selain yang disebut diatas, sebagai usaha untuk menegakkan aqidah Islam yang murni serta mengamalkan ibadah yang sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad, masih banyak lagi usaha-usaha di bidang keagamaan, pendidikan, kemasyarakat dan politik yang telah dan sedang dilaksanakan MuhammadiyahSudah menjadi ciri dalam Muhammadiyah adanya semboyan “sedikit bicara banyak bekerja”, tidak saja sekedar semboyan di bibir saja, tetapi sungguh-sungguh dibuktikan dengan amaliyah. Oleh karena itu tidak mengherankan, bila Muhammadiyah yang hanya memiliki jumlah anggota yang tidak begitu banyak, tetapi cukup banyak dan luas amal usaha serta hasil-hasilnya. Hal ini dapat dibuktikan, sebagai berikut:1. Bidang KeagamaanPada bidang inilah sesungguhnya pusat seluruh kegiatan muhammadiyah, dasar dan jiwa setiap amal usaha muhammadiyah. Dan apa yang dilaksanakan dalam bidang-bidang lainnya tidak lain dari dorongan keagamaan semata-mata.o Terbentuknya Majlis Tarjih (1927), suatu lembaga yang menghimpun ulam-ulama dalam Muhammadiyah yang secara tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa-fatwa dalam bidang agama serta memberi tuntunan mengenai hukum yang sangat bermanfaat bagi khalayak umumo Terbentuknya Departemen Agama Republik Indonesia tidak terlepasdari kepeloporan pemimpin Muhammadiyah. Oleh karena itu pada tempatnya bila menteri Agama yang pertama dipercayakan di pundak tokoh muhammadiyah, dalam hal ini H. Moch. Rasyidi B. A.2. Bidang PendidikanSalah satu sebab didirikannya Muhammadiyah ialah karena lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia sudah tidak memenuhi lagi kebutuhan dan tuntutan zaman. Tidak saja isi dan metode pengajarannya yang tidak sesuai, bahkan sistem pendidikannya pun harus diadakan perombakan yang mendasar.Maka dengan didirikannya sekolah yang tidak lagi memisah-misahkan antara pelajaran yang diangap agama dan pelajaran yang digolongkan ilmu umum, pada hakikatnya merupakan usaha yang sangat penting dan besar. Karena dengan sistem tersebut bangsa Indonesia dididik menjadi bangsa yang utuh kepribadiannya, tidak terpecah belah menjadi pribadi yang berilmu umum atau berilmu agama saja.Karena tidak mungkin menghapus sama sekali sistem sekolah umum dan sistem pesantren, maka ditempuh usaha perpaduan antara keduanya,yaitu dengan:o Mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan ke dalamnya ilmu-ilmu keagamaan dano Mendirikan madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum.Dengan usaha perpaduan tersebut, tidak ada lagi pembedaan dimana ilmu agama dan ilmu umum. Semuanya adalah perintah dan dalam naungan agama.3. Bidang KemasyarakatanMuhammadiyah adalah suatu gerakan Islam yang mempunyai tugas dakwah Islam dan amar makruf nahi munkar dalam bidang kemasyarakatan. Sudah dengan sendirinya bayak usaha-usaha ditempatkan dalam bidang kemasyarakatan, seperti:o Mendirikan rumah-rumah sakit modern, lengkap dengan segala peralatan, membangun balai-balai pengobatan, rumah bersalin, apotik dan sebagainya.o Mendirikan panti-panti asuhan anak yatim baik putra maupun putri, untuk menyantuni mereka.o Mensirikan perusahaan percetakan, penerbitan dan took buku, yang benyak mempublikasikan majalah-majalah, brosur dan buku-buku yang sngat membantu penyebarluasan faham-faham keagamaan, ilmu dan kebudayaan Islam.o Pengusahaan dan bantuan hari tua: yaitu dana yang diberikan pada saat seseorang tidak lagi bisa bekerja karena usai telah atau cacat jasmani sehingga memerlukan pertolongan.o Memberikan bimbingan dan penyuluhan keluargas mengenai hidup sepanjang tuntunan Illahi.4. Bidang Politik KenegaraanMuhammadiyah bukan suatu organisasi politik dan tidak akan menjadi partai politik. Meskipun demikian, dengan keyakinannya bahwa agama islam adalah agama yang mengatur segenap kehidupan manusia di dunia ini maka dengan sendirinya segala hal yang berhubungan dengan dunia juga menjadi bidang garapannya, tak terkecuali soal-soal politik kenegaraan. Akan tetapi, jika Muhammadiyah ikut bergerak dalam urusan kenegaraan dan pemerintahan, tetap dalam batas-batasnya sebagai Gerakan Dakwah Islam Amr Makruf Nahi Munkar, dan sama sekali tidak bermaksud menjadi sebuah partai politik.Tak dapat disebutkan satu persatu seluruh perjuangan Muhammadiyah yang dapat digolongkan ke dalam bidang politik kenegaraan, hanya beberapa diantaranya:o Pengadilan Agama di zaman kolonial berada dalam kekuasaan penjajah tentu saja beragama Kristen. Agar urusan agama di Indonesia yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, juga dipegang oleh orang muslim, Muhammadiyah berjuang ke arah cita-cita itu.o Ikut mempelopori berdirinya Partai Islam Indonesia. Begitu pula pada tahun 1945 termasuk menjadi pendukung utama berdirinya Partai Masyumi dengan gedung Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta sebagai tempat kelahirannya.o Ikut aktif dalam keanggotaan MIAI (Majelis A’la Indonesia) dan menyokong sepenuhnya tuntutan Gabungan Politik Indonesia (GAPI) agar Indonesia mempunyai parlemen di Zaman penjajahan. Begitu pula pada kegiatan Islam Internasional, seperti Konferensi Islam Asia Afrika, dan Muktamar Masjid se Dunia dan sebaginya Muhammadiyah aktif mengambil bagian di dalamnya.Apa yang telah dikemukakan di atas merupakan sebagian dari Amal Usaha Muhammadiyah selama ini. Kini serta esok terus beramal tak ada henti-hentinya, sebgaimana firman Allah: “Dan katakanlah! Beramallah kamu semua, niscaya Allah, Rasul-Nya serta orang-orang mukminin akan menjadi saksi”. Firman Allah ini ditulis dengan indah dan menghiasi di atas pintu gedung Muhammadiyah, markas dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta.5. Tentang Perkembangan Muhammadiyah Sebelum, Sesudah dan Sampai Sekarang?Dengan iman dan amal shalih Muhammadiyah terus maju dnan berkembang kemana-mana. Tak sedikit halangan dan tantangan, semuanya dihadapi dengan zabar dan tawakal, yang akhirnya membuahkan hasil kebesaran dan keluasan gerakan Muhammadiyah. Sejak dari ujung barat samapi tapal batas paling timur, dan wilayah paling utara maupun selatan Indonesia, telah dimasuki muhammadiyah. Hal tersebut membuktikan bahwa muhammadiyah memang bisa diterima oleh masyarakat Indonesia, di samping karena keuletan dan ketekunan mubaligh-mubalighnya dalam menyiarkan Islam sesuai dengan faham yang diyakini MuhammadiyahSecara garis besar perkembangan Muhammadiyah dapat dibedakan menjadi:1. Perkembangan secara verticalYaitu perkembangan dan perluasan gerakan Muhammadiyah ke seluruh penjuru tanah air, berupa berdirinya wilayah-wilayah di tiap-tiap propinsi, daerah-daerah di tiap kabupaten/kotamadya, cabang-cabang dan ranting-ranting serta jumlah anggota yang bertebaran dimana-mana.2. Perkembangan secara horizontalYaitu perkembangan dan perluasan Muhammadiyah yang meliputi berbagai bidang kehidupan. Hal ini dengan pertimbangan karena bertambah luas serta benyaknya hal-hal yang harus diusahakan oleh Muhammadiyah, sesuai dengan maksud dan tujuannya. Maka dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang berkedudukan sebagai badan pembantu pimpinan persyarikatan. Kesatuan-kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan-badan.Disamping majlis dan lembaga, terdapat organisasi Otonom, yaitu organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk, dengan masih tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Dalam Persyarikatan Muhammadiyah Organisasi Otonom (ORTOM) ini ada beberapa buah, yaitu:o ‘Aisyiyaho Nasyiatul ‘Aisyiyaho Pemuda Muhammadiyaho Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM)o Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)o Tapak Suci Putra Muhammadiyaho Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan.Organisasi otonom yang terdiri dari N. A, Pemuda Muhammadiyah, IRM, IMM, Tapak Suci Putra Muhammadiyah dan Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan ini termasuk Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) di mana keenam kelompok muda ini berkewajiban mengemban fungsi sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah.f.. Perkembangan MuhammadiyahDengan iman dan amal shalih Muhammadiyah terus maju dan berkembang kemana-mana. Tak sedikit halangan dan tantangan, semuanya dihadapi dengan sabar dan tawakal, yang lahirnya membuahkan hasil kebesaran dan keluasan gerakan Muhammadiyah. Sejak dari ujung barat sampai tapal batas paling timur, dari wilayah paling utara maupun selata indonesia, telah dimasuki Muhammadiyah. Hal tersebut membuktikan bahwa Muhammadiyah memang bisa diterima oleh masyarakat indonesia, disamping karena keuletan dan ketekunan mubaligh-mubalighnya dalam menyiarkan islam sesuai dengan faham yang diyakini Muhammadiyah.Secara garis besar perkembangan Muhammadiyah dapat dibedakan menjadi:1. PERKEMBANGAN SECARA VERTIKAL; yaitu perkembangan dan perluasan gerakan Muhammadiyah ke seluruh penjuru tanah air, berupa berdirinya wilayah-wilayah di tiap-tiap propinsi, daerah-daerah di tiap-tiap kabupaten/kotamadya, cabang-cabang dan ranting-ranting serta jumlah anggota yang bertebaran di mana-mana.2. PERKEMBANGAN SECARA HORIZONTAL; yaitu perkembangan dan perluasan amal usaha Muhammadiyah, yang meliputi berbagai bidang kehidupan. Hal ini dengan pertimbangan karena bertambah luas serta banyaknya hal-hal yang harus diusahakan oleh Muhammadiyah, sesuai dengan maksud dan tujuannya. Maka dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang berkedudukan sebagai badan pembantu pimpinan persyarikatan. Kesatuan-kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan-badan.Di samping majlis dan lembaga, terdapat organisasi Otonom, yaitu organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk, dengan masih tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Dalam Persyarikatan Muhammadiyah organisasi otonom (ORTOP) ini ada beberapa buah, yaitu:- ’Aisyiyah- Nasyiatul ’Aisyiyah- Pemuda Muhammadiyah- Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM)- Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)- Tapak Suci Putra Muhammadiyah- Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan.Organisasi otonom yang terdiri dari N. A, Pemuda Muhammadiyah, IRM, IMM, Tapak Suci Putra Muhammadiyah dan Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan ini termasuk kelompok Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) di mana keenam organisasi otonom ini berkewajiban mengemban fungsi sebagai pelopor, pelangsung dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah.g. Periodisasi/Kepemimpinan Muhammadiyaha. Periode KH. Ahmad Dahlan (1912-1923)Pada saat ini merupakan masa-masa perintisan, pembentukan jiwa dan amal usaha serta organisasi, sehingga Muhammadiyah menduduki tempat terhormat, sebagai gerakan Islam di Indonesia yang berfaham modern.b. Periode KH. Ibrahim (1923-1932)Dalam masa ini Muhammadiyah semakin berkembang meluas sampai ke daerah-daerah luar Jawa. Selain itu terbentuk pula Majlis Tarjih yang menghimpun para ulama Muhammadiyah untuk mengadakan penelitian dan pengembangan hukum-hukum agama. Dan dalam periode ini pula angkatan muda memperoleh bentuk organisasi yang nyata, di mana pada tahun 1931 Nasyiatul ’Aisyiyah berdiri dan menyusul satu tahun kemudian Pemuda Muhammadiyah.c. Periode KH. Hisyam (1932-1936)Usaha-usaha dalam bidang pendidikan mendapatkan perhatian yang mantap, karena dengan pendidikan bisa lebih banyak diharapkan tumbuhnya kader-kader umat dan bangsa yang akan meneruskan amal usaha Muhammadiyah. Juga dalam periode ini diadakan penertiban dan pemantapan administrasi organisasi sehingga Muhammadiyah lebih kuat dan lincah gerakannya.d. Periode KH. Mas Mansur (1936-1942)Sering dikatakan bahwa tokoh KH. Mas Mansur adalah salah seorang pemimpin Muhammadiyah yang ikut membentuk dan megisi jiwa gerakan Muhammadiyah, sehingga lebih berisi dan mantap, seperti dengan pengokohan kembali hidup beragama serta penegasan faham agama dalam Muhammadiyah. Wujudnya berupa pengaktifan Majlis Tarjih, sehingga mampu merumuskan ”Masalah Lima”, yaitu perumusan mengenai: Dunia, Agama, Qiyas, Sabilillah dan Ibadah.Selain itu untuk menggerakan kembali Muhammadiyah agar lebih dinamis dan berbobot, disusun pula ”langkah dua belas yaitu:a. Memperdalam masuknya imanb. Memperluas faham agamac. Memperluas budi pekertid. Menuntun amal intiqad (mawas diri)e. Menguatkan keadilanf. Menegakkan persatuang. Melakukan kebijaksanaanh. Menguatkan majelis tanwiri. Mengadakan konperensi bagianj. Mempermusyawarahkan gerakan luar .e. Periode Ki Bagus Hadikusumo (1942-1953)Dalam periodenya tersusun Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah. Dalam Muqaddimah tersebut terumuskan secara singkat dan padat gagasan dan pokok-pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan yang akhirnya melahirkan Muhammadiyah. Dengan tersusunnya Muqaddimah tersebut Muhammadiyah memiliki dasar berpijak yang kuat dalam melancarkan amal usaha dan perjuangannya.Kondisi sosial politik pada masa jabatan Ki Bagus Hadikusumodalam suasana transisi dari penjajah Belanda, usaha-usaha pemerintah Koloni Belanda untuk menjajah Indonesia kembali dan revolusi kemerdekaan. Pada masa ini kehidupan Muhammadiyah cukup berat. Pada masa itu para pemimpin Muhammadiyah banyak terlibat dalam perjuangan, sementara di tingkat bawah hampir seluruh angkatan muda Muhammadiyah terjun dalam kancah revolusi dalam berbagai laskar kerakyatan. Meskipun demikian Muhammadiyah masih dapat melaksanakan berbagai kegiatan keorganisasian.f. Periode A. R. Sutan Mansyur (1952-1959)KH. Mas Mansyur dipilih sebagai ketua pada Muktamar Muhammadiyah ke 32 di Purwokerto. Sebenarnya beliau tidak termasuk 9 terpilih. Kesembilan orang terpilih adalah HM. Yunus Anies (10945), HM Faried Ma’ruf (10812), Hamka (10011), KHA Badawi (9900), KH. Fakih Usman (9057), Kasman Singodimedjo (8568), Dr. Syamsudin (6654), A. Kahar Muzakir (5798) dan Muljadi Djojomartono (5038). Akan tetapi karena yang 9 orang terpilih itu tidak ada yang bersedia untuk menjadi ketua, maka ke 9 orang itu sepakat untuk menunjuk beliau sebagai ketua PB Muhammadiyah. Beberapa keputusan penting yang diambil pada masa jabatan beliau antara lain:a. Tahun 1955, sidang tanwir di Pekajangan antara lain membicarakan pokok-pokok konsepsi negara Islam.b. Tahun 1956, sidang tanwir di Yogyakarta antara lain memutuskan:- Muhammadiyah tetap Muhammdiyah. Muhammadiyah bergerak dalam bidang kemasyarakatan. Masalah-masalah politik diserahkan kepada partai Masyumi.- Anggoto-anggota Muhammadiyah yang akan aktif di bidang politik dianjurkan supaya masuk partai politik Islam.- Disepakati bersama oleh PP Muhammadiyah dengan DPP Masyumi, bahwa keanggotaan istimewa tidak wajar dan secara perlahan dan tidak menggoncangkan dihapus.- Perlu dipelihara hubungan baik antara Muhammadiyah dengan Masyumi.- Pada Muktamar Muhammadiyah ke XXXIII di Palembang 1956 ini juga diputuskan khittah Palembang.g. Periode H. M. Yunus Anis (1959-1968)Dalam periode ini kebetulan negara indonesia sedang berada dalam kegoncangan sosial dan politik, sehingga langsung atau tidak langsung mempengaruhi gerak perjuangan Muhammadiyah. Dalam rangka mengatasi berbagai kesulitan, akhirnya mampu merumuskan suatu pedoman penting berupa Kpribadian Muhammadiyah. Dengan kepribadian Muhammadiyah bisa menempatkan kembali kedudukannya sebagai gerakan dakwah Islam amar makruf nahi munkar dalam bidang kemasyarakatan.h. Periode KH. Ahmad Badawi (1962-1968)Beliau dipilih dalam Muktamar ke 35 di Jakarta tahun 1962 dan Muktamar ke 36 di Bandung tahun 1965 sebagai formatur tunggal. Pada masa jabatan beliau ini Muhammadiyah mengalami ujian berat karena Muhammadiyah harus berjuang keras untuk mempertahankan eksistensinyaagar tidak dibubarkan. Sebagaimana diketahui pada masa itu kehidupan politik di Indonesia didominasi oleh PKI dan Bung Karno, Presiden RII banyak memberi angin pada PKI. Pada masa itu PKI dengan seluruh ormas mantelnya berusaha menekan partai-partai Islam khususnya Masyumi dan kebetulan Muhammadiyah termasuk salah satu pendukung Masyumi. Karena itu eksistensi Muhammadiyah juga ikut terancam. Namun demikian berkat usaha keras beliau bersama pemimpin Muhammadiyah, Allah masih melindungi Muhammadiyah.i. Periode KH. Fakih Usman/H. A. R. Fakhrudin (1968-1971)Tidak beberapa lama setelah Muktamar ke 37 di Yogyakarta mengukuhkan KH. Fakih Usman sebagai ketua pimpinan pusat Muhammadiyah, beliau dipanggil kembali ke hadirat Allah SWT. Kemudian H. Abdurrazak Fakhruddin, yang dalam susunan Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode (1968-1971) duduk sebagai ketua I oleh sidang Tanwir ditetapkan sebagai pengganti beliau. Pada periode ini lebih menonjol usaha ”memuhammadiyahkan kembali Muhammadiyah”. Yaitu usaha untuk mengadakan pembaharuan pada diri dan dalam Muhammadiyah sendiri. Baik pembaharuan (tadjid) dalam bidang ideologinya, dengan merumuskan ”Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah”, maupun dalam bidang organisasi dan usaha perjuangannya dengan menyusun ”Khittah Perjuangan dan bidang-bidang lainnya”.j. Periode KH. Abdur Razak Fakhruddin (1971-1990)Pada periode ini usaha untuk meningkatkan kualitas Persyarikatan selalu diusahakan, baik kualitas organisasi maupun kualitas operasionalnya. Peningkatan kualitas organisasi meliputi tajdid di bidang keyakinan dan Cita-cita hidup serta Khittah dan tajdid organisasi. Sedang peningkatan kualitas operasionalnya meliputi intensifikasi pelaksanaan program jama’ah dan dakwah jamaah serta pemurnian amal usaha Muhammadiyah.Pda masa jabatan beliau ada masa krisis yaitu keharusan untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya azas. Pada masa jabatan beliau juga terjadi peristiwa penting yaitu Kunjungan Paus Yohanes Paulus II dan sebagai reaksi terhadap kunjungan itu beliau mengeluarkan buku ’Mangayubagya Sugeng Rawuh lan Sugeng Kondur’, yang isinya bahwa Indonesia adalah negara yang penduduknya sudah beragama Islam jadi jangan menjadikan rakyat sebagai obyek Kristenisasi.k. Periode KH. A. Azhar Basyir, MA (1990-1995)Pada periode KH. A. Azhar Basyir MA telah dirumuskan:A). Program Persyarikatan Muhammadiyah jangka panjang (25 tahun) yang meliputi:1. Bidang Konsolidasi Gerakan2. Bidang Pengkajian dan Pengembangan3. Bidang Kemasyarakatan.B). Program Muhammadiyah (1990-1995)1. Bidang Konsolidasi Gerakan, meliputi:- Konsolidasi Organisasi- Kaderisasi dan Pembinaan AMM- Bimbingan keagamaan- Peningkatan hubungan dan kerjasama2. Bidang Pengkajian dan Pengembangan, meliputi:- Pengkajian dan Pengembangan Pemikiran Islam- Penelitian dan Pengembangan- Pusat informasi, Kepustakaan dan Penerbitan3. Bidang Dakwah, Pendidikan dan Pembinaan Kesejahteraan Umat, meliputi:a. Kenyakinan Islamb. Pendidikanc. Kesehatand. Sosial dan Pengembangan Masyarakate. Kebudayaanf. Partisipasi kelompok.l. Periode Prof. DR. H. M. Amien Rais/Prof. DR. H. A. Syafii Maarif (1995-2000)Pada periode Prof. Dr. H. M. Amien Rais, telah dirumuskan program Muhammadiyah tahun 1995-2000, dengan mengacu kepada:a. Globalb. Masalah Dunia Islamc. Masalah nasionald. Permasalahan Muhammadiyahe. Pengembangan pemikiran, yang terdiri atas:- Pemikiran keagamaan- Ilmu dan Teknologi- Pengembangan basis ekonomi- Gerakan sosial kemasyarakatan- PTM sebagai basis gerakan keilmuan/pemikiran.BAB I
IJTIHAD
1.APA IJTIHAD ITU ?Menurut bahasa, ijtihad berarti (bahasa Arab اجتهاد) Al-jahd atau al-juhd yang berarti la-masyaqat (kesulitan dan kesusahan) dan akth-thaqat (kesanggupan dan kemampuan). Dalam al-quran disebutkan:
“..walladzi lam yajidu illa juhdahum..”
artinya: “… Dan (mencela) orang yang tidak memperoleh (sesuatu untuk disedekahkan) selain kesanggupan”(at-taubah:79).
Kata al-jahd beserta serluruh turunan katanya menunjukkan pekerjaan yang dilakukan lebih dari biasa dan sulit untuk dilaksanakan atau disenangi.Dalam pengertian inilah Nabi mengungkapkan kata-kata:
“Shallu ‘alayya wajtahiduu fiddua"
artinya:”Bacalah salawat kepadaku dan bersungguh-sungguhlah dalam dua”
Demikian dengan kata Ijtihad “pengerahan segala kemampuan untuk mengerjakan sesuatu yang sulit.” Atas dasar ini maka tidak tepat apabila kata “ijtihad” dipergunakan untuk melakukan sesuatu yang mudah/ringan.Ijtihad menurut bahasa ini ada relevansinya dengan pengertian ijtihad menurut istilah, dimana untuk melakukannya diperlukan beberapa persyaratan yang karenanya tidak mungkin pekerjaan itu (ijtihad) dilakukan sembarang orang.Dan di sisi lain ada pengertian ijthad yang telah digunakan para sahabat Nabi. Mereka memberikan batasan bahwa ijtihad adalah “penelitian dan pemikiran untuk mendapatkan sesuatu yang terdekat pada Kitab-u ‘l-Lah dan Sunnah Rasul, baik yang terdekat itu diperoleh dari nash -yang terkenal dengan qiyas (ma’qul nash), atau yang terdekat itu diperoleh dari maksud dan tujuan umum dari hikmah syari’ah- yang terkenal dengan “mashlahat.”Dalam kaitan pengertan ijtihad menurut istilah, ada dua kelompok ahli ushul flqh (ushuliyyin) -kelompok mayoritas dan kelompok minoritas- yang mengemukakan rumusan definisi. Dalam tulisan ini hanya akan diungkapkan pengertian ijtihad menurut rumusan ushuliyyin dari kelompok mayoritas.Menurut mereka, ijtihad adalah pengerahan segenap kesanggupan dari seorang ahli fiqih atau mujtahid untuk memperoleh pengertian tingkat dhann terhadap sesuatu hukum syara’ (hukum Islam).
Dari definisi tersebut dapat ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:
1. Pelaku ijtihad adalah seorang ahli fiqih/hukum Islam (faqih), bukan yang lain.2. Yang ingin dicapai oleh ijtihad adalah hukum syar’i, yaitu hukum Islam yang berhubungan dengan tingkah laku dan perbuatan orang-orang dewasa, bukan hukum i’tiqadi atau hukum khuluqi,3. Status hukum syar’i yang dihasilkan oleh ijtihad adalah dhanni.Jadi apabila kita konsisten dengan definisi ijtihad diatas maka dapat kita tegaskan bahwa ijtihad sepanjang pengertian istilah hanyalah monopoli dunia hukum. Dalam hubungan ini komentator Jam’u ‘l-Jawami’ (Jalaluddin al-Mahally) menegaskan, “yang dimaksud ijtihad adalah bila dimutlakkan maka ijtihad itu bidang hukum fiqih/hukum furu’. (Jam’u ‘l-Jawami’, Juz II, hal. 379).Atas dasar itu ada kekeliruan pendapat sementara pihak yang mengatakan bahwa ijtihad juga berlaku di bidang aqidah. Pendapat yang nyeleneh atau syadz ini dipelopori al-Jahidh, salah seorang tokoh mu’tazilah. Dia mengatakan bahwa ijtihad juga berlaku di bidang aqidah. Pendapat ini bukan saja menunjukkan inkonsistensi terhadap suatu disiplin ilmu (ushul fiqh), tetapi juga akan membawa konsekuensi pembenaran terhadap aqidah non Islam yang dlalal. Lantaran itulah Jumhur ‘ulama’ telah bersepakat bahwa ijtihad hanya berlaku di bidang hukum (hukum Islam) dengan ketentuan-ketentuan tertentu.Namun pada perkembangan selanjutnya, diputuskan bahwa ijtihad sebaiknya hanya dilakukan para ahli agama Islam.
Tujuan ijtihad adalah untuk memenuhi keperluan umat manusia akan pegangan hidup dalam beribadah kepada Allah di suatu tempat tertentu atau pada suatu waktu tertentu.
Fungsi Ijtihad
Meski Al Quran sudah diturunkan secara sempurna dan lengkap, tidak berarti semua hal dalam kehidupan manusia diatur secara detil oleh Al Quran maupun Al Hadist. Selain itu ada perbedaan keadaan pada saat turunnya Al Quran dengan kehidupan modern. Sehingga setiap saat masalah baru akan terus berkembang dan diperlukan aturan-aturan baru dalam melaksanakan Ajaran Islam dalam kehidupan beragama sehari-hari.Jika terjadi persoalan baru bagi kalangan umat Islam di suatu tempat tertentu atau di suatu masa waktu tertentu maka persoalan tersebut dikaji apakah perkara yang dipersoalkan itu sudah ada dan jelas ketentuannya dalam Al Quran atau Al Hadist. Sekiranya sudah ada maka persoalan tersebut harus mengikuti ketentuan yang ada sebagaimana disebutkan dalam Al Quran atau Al Hadits itu. Namun jika persoalan tersebut merupakan perkara yang tidak jelas atau tidak ada ketentuannya dalam Al Quran dan Al Hadist, pada saat itulah maka umat Islam memerlukan ketetapan Ijtihad. Tapi yang berhak membuat Ijtihad adalah mereka yang mengerti dan paham Al Quran dan Al Hadist.
Jenis-jenis ijtihad
1. Ijma'adalah keputusan bersama yang dilakukan oleh para ulama dengan cara ijtihad untuk kemudian dirundingkan dan disepakati.
Hasil dari ijma adalah fatwa, yaitu keputusan bersama para ulama dan ahli agama yang berwenang untuk diikuti seluruh umat.
2. QiyâsBeberapa definisi qiyâs' (analogi) :
Menyimpulkan hukum dari yang asal menuju kepada cabangnya, berdasarkan titik persamaan diantara keduanya.
Membuktikan hukum definitif untuk yang definitif lainnya, melalui suatu persamaan diantaranya.
Tindakan menganalogikan hukum yang sudah ada penjelasan di dalam Al-Qur'an atau Hadis dengan kasus baru yang memiliki persamaan sebab (iladh).
3. IstihsânBeberapa definisi Istihsân:
Fatwa yang dikeluarkan oleh seorang fâqih (ahli fikih), hanya karena dia merasa hal itu adalah benar.
Argumentasi dalam pikiran seorang fâqih tanpa bisa diekspresikan secara lisan olehnya.
Mengganti argumen dengan fakta yang dapat diterima, untuk maslahat orang banyak.
Tindakan memutuskan suatu perkara untuk mencegah kemudharatan.
Tindakan menganalogikan suatu perkara di masyarakat terhadap perkara yang ada sebelumnya.
4. Mushalat murshalahAdalah tindakan memutuskan masalah yang tidak ada naskhnya dengan pertimbangan kepentingan hidup manusia berdasarkan prinsip menarik manfaat dan menghindari kemudharatan.
5. Sududz DzariahAdalah tindakan memutuskan suatu yang mubah menjadi makruh atau haram demi kepentinagn umat.
6. IstishabAdalah tindakan menetapkan berlakunya suatu ketetapan sampai ada alasan yang bisa mengubahnya.
7. UrfAdalah tindakan menentukan masih bolehnya suatu adat-istiadat dan kebiasaan masyarakat setempat selama kegiatan tersebut tidak bertentangan dengan aturan-aturan prinsipal dalam Alquran dan Hadis.
2.BAGAIMANAKAH MUHAMMADIYAH DAN IJTIHAD ?
Wilayah ijtihâd dan tajdîd Muhammadiyah sejak awal sebenarnya selalu terfokus pada persoalan historisitas kemanusiaan yang sekaligus juga menyentuh persoalan kebangsaan dan keumatan. Masalah pengentasan kemiskinan melalui jalur pendidikan dan pelayanan kesehatan merupakan persoalan keumatan yang kongkrit dan otentik. Sikap dan aksi nyata seperti itulah yang dilakukan oleh pendiri Muhammadiyah pada awal berdirinya dan terus berlangsung hingga kini. Karena etos amal kemanusiaan dan keagamaan ini perlu mendapat ruang dan respons yang lebih luas dari warga Muhammadiyah dan lainnya.
3.BAGAIMANA IJTIHAD DALAM KONTEKS PEMBAHARUAN DALAM KEHIDUPAN
BERMASYARAKAT ?
Pelanggaran hak asasi manusia, baik secara terselubung maupun secara terang-terangan, terjadi di berbagai penjuru dunia. Kekerasan, penindasan, dominasi, eksploitasi, dan tindakan lainnya yang merendahkan harkat dan martabat manusia, semakin meningkat dan beraneka ragam bentuknya. Hal ini menimbulkan keprihatinan dan menjadi tantangan bagi umat beragama, karena semua agama mengajarkan norma-norma luhur untuk membangun kehidupan individu dan sosial yang bermartabat.Banyak konsep yang telah dikemukakan untuk membangun kehidupan sosial yang lebih baik, namun sebagian belum disertai dengan penjabaran langkah-langkah untuk mewujudkannya, sehingga konsep terhenti dalam dataran teoritis,dan belum banyak memberikan manfaat dalam kehidupan masyarakat.Sebagai organisasi sosial keagamaan, tampaknya Muhammadiyah merespons carut- marutnya peradaban manusia di era global ini dengan melakukan ijtihad untuk membangun peradaban yang luhur. Hal ini terlihat dari tema yang diangkat dalam Muktamar Ke-45, yakni "Tajdid Gerakan Pencerahan untuk Peradaban". Sedangkan Muktamar Aisyiyah memilih tema: "Gerakan Dakwah Sosial Menuju Masyarakat Madani".Kedua tema ini terkait erat dengan pembangunan kultur masyarakat yang berkeadilan dan berperikemanusiaan. Apakah muktamar nanti akan menghasilkan rumusan yang siap pakai dan benar-benar direalisasi, atau sekadar konsep yang terhenti pada tataran teoritis? Tentu banyak faktor yang ikut menentukan jawabannya.Untuk membangun kehidupan sosial yang lebih baik, Muhammadiyah dan Aisyiyah telah mempunyai amal usaha yang tersebar di masyarakat dalam berbagai bidang, di antaranya pendidikan, kesehatan, sosial dan keagamaan. Untuk meningkatkan kualitas usaha tersebut, telah dimiliki pula konsep dakwah jamaah dan dakwah kultural, yang menggunakan wawasan dan bentuk budaya sebagai media dakwah.Dari tema Muktamar Aisyiyah Ke-45, secara eksplisit disebutkan bahwa pembangunan masyarakat yang akan dituju adalah terbentuknya masyarakat madani. Hal ini sinkron dengan pencerahan peradaban yang akan dilakukan Muhammadiyah, karena dalam konsep masyarakat madani mempunyai karakteristik yang memberikan penghargaan dan perlindungan terhadap hak-hak individu, pluralisme, dan transparansi. Kesemuanya itu merupakan unsur-unsur dari sebuah peradaban yang luhur.Untuk mewujudkan masyarakat madani, tentu bukan pekerjaan yang ringan, karena di era globalisasi ini terjadi gesekan dan tarik ulur antara nilai agama dengan budaya, sebagai dampak negatif dari kemajuan informasi dan komunikasi,yang sulit dibendung.Di samping faktor eksternal, dari sisi internal, tampaknya perlu ada pembenahan agar tercipta pemahaman terhadap pemikiran, langkah dan gerak untuk mewujudkan tujuan persyarikatan.Muhammadiyah dengan konsep dakwah jamaah dan dakwah kulturalnya, sesungguhnya telah mempunyai alat untuk membangun masyarakat madani di Indonesia. Sayangnya, konsep itu masih terhenti pada tataran teoritis, karena adanya polemik internal yang berkisar pada "status budaya lokal itu termasuk dalam kategori TBK (takhayul, bid'ah, dan khurafat) atau tidak. Hal semacam ini menimbulkan kegamangan pada sebagian anggota persyarikatan atau organisasi otonomnya, untuk melakukan dakwah kultural,yang menggunakan media budaya lokal untuk membumikan ajaran Islam.Perbedaan paradigma kebudayaan yang masih menimbulkan kontroversi semacam ini, perlu dicari titik temunya,sehingga konsep dakwah kultural dapat dipahami dan direalisir. Untuk itu, fungsi ijtihad sangat signifikan untuk menjawab persoalan kontemporer yang muncul di masyarakat, sehingga ruh ijtihad yang menjadi sumber pembaharuan tidak akan redup,dan berdampak pada tumbuhnya dinamika dalam menyikapi isu-isu global.Secara riil, tampaknya telah banyak warga Muhammadiyah yang secara individu melaksanakan ijtihad dalam berbagai persoalan kontemporer. Namun sering dilanda keraguan, karena menunggu petunjuk atau keputusan organisasi, sehingga terjadi keterlambatan dalam menyikapi persoalan baru yang bergulir begitu cepat di era global ini.Budaya memiliki sifat dinamis, dan selalu mengalami perubahan. Karena itu, Islam memberikan prinsip kebebasan dan selektivitas dalam menghadapi produk budaya. Dari mana pun datangnya budaya itu, boleh diterima asal tidak bertentangan dengan asas teologi kebudayaan Islam (tauhid) dan asas kemanfaatan budaya (rahmatan li al-'alamin).Ulama fikih telah memberikan pula perangkat metodologisnya melalui konsep 'urf yang mengakui adat dan budaya setempat sebagai bagian dari hukum Islam (al 'adah muhakkamah ). Apabila merujuk pada sejarah masa Rasulullah, maka ditemukan pula pengakuan terhadap eksistensi tradisi atau adat kesukuan / budaya lokal, sebagaimana tersirat dalam Piagam Madinah, pasal 2-10. Kiranya hal ini dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam mencari jawaban dari persoalan budaya yang selalu berubah, dan membutuhkan langkah cepat dan tepat untuk mengantisipasinya, sehingga Muhammadiyah dan Aisyiyah akan lebih berperan dalam ikut menyelesaikan persoalan budaya, yang menghambat terwujudnya masyarakat madani di Indonesia.Muhammadiyah berjuang menggarap / mengolah secara langsung akan maxyarakat dengan memberikan pengertian dan membentuk kesadaran masyarakat agar masyarakat mau menerima dan melaksanakan ajaran dan ketentuan-ketentuan Islam bagi seluruh aspek kehidupannya. Sedang untuk menghadapi perjuangan dalam bidang politik kenegaraan ( perjuangan politik praktis ). Muhammadiyah berpendapat bahwa haruslah dilakukan dengan alat perjuangan lain ( alat perjuangan politik seperti partai politik ) yang ada di luar dan di samping organisasi Muhammadiyah yang dapat memperjuangkan cita-cita kenegaraan yang sesuai dengan faham dan fisi Muhammadiyah. Dalam hal itu untuk kemasyarakatan perjuangan Muhammadiyah memiliki kesadaran dan pandangan / orientasi politik.Menentukan teori strategi dan taktik perjuangan bukannya termasuk sesuatu yang diatur / ditentukan secara mutlak oleh Agama, tetapi hal ini adalah seauatu yang merupakan pemikiran dan perhitungan yang termasuk masalah dunia.Dalam bidang berjuang menghadapi bidang masyarakat, Muhammadiyah membagi manusia / masyarakat menjadi 2 bagian yaitu :1.yang belum mau menerima ajaran Islam disebut Ummat Dakwah,2.yang sudah mau menerima ajaran Islam disebut Ummat Ijabah.Terhadap Ummat Dakwah, kewajiban Muhammadiyah ialah berusaha sampai mereka mau menerima kebenaran ajaran Islam setidak-tidaknbya mereka mau mengerti dan tidak memusuhinya. Sedang terhadap Ummat Ijabah, kewajiban Muhammadiyah ialah menjaga dan memelihara agama mereka, serta berusaha memurnikan dan menyempurnakannya dalam ilmu dan amalnya. Senuabya itu dilaksanakan dengan dakwah Islam dan amar ma’ruf nahi munkar yang sifatnya tabsir ( menggembirakan ), tajdid ( pembaharuan ) dan islah ( membangun ).Seperti telah ditegaskan dalam Matan Keyakinan dan cita-cita hidup bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan yang berasas Islam bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.Sesuai dengan cita-cita itu, bagi Muhammadiyah masyarakat adalah merupakan lapangan dan area geraknya, yang secara sunguh-sungguh akan diperkembangkan ke arah kehidupan yang sejahtera naungan ridho illahi. Dalam memperkembangkan masyarakat ke arah kehidupan sejahtera itu Muhammadiyah tekah bertekad untuk menggunakan system Dakwah Jama’ah, yaitu proses dakwah yang menggunakan system pendekatan secara langsung kepada masyarakat melalui problema-problema yang tengah dihadapi oleh masyarakat untuk dikembangkan ke arah kehidfupan yang sejahtera.Di samping itu dengan tetap berotientasi kepada kesejahteraan masyarakat, Muhammadiyah juga bertekad untuk meningkatkan pelaksanaan pola tugasnya seperti yang dirumuskan dalam Anggaran Dasar pasal 4, sehingga kehadiran Muhammadiyah dalam seluruh kehidupan benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat.


BAB II GERAKAN MUHAMMADIYAH


a. Biografi dari Muhammadiyah


Ahmad Dahlan Nama kecil K.H. Ahmad Dahlan adalah Muhammad Darwisy. Ia merupakan anak keempat dari tujuh orang bersaudara yang keseluruhanya saudaranya perempuan, kecuali adik bungsunya. Dalam silsilah ia termasuk keturunan yang kedua belas dari Maulana Malik Ibrahim, seorang wali besar dan seorang yang terkemuka diantara Wali Songo, yang merupakan pelopor pertama dari penyebaran dan pengembangan Islam di Tanah Jawa (Kutojo dan Safwan, 1991). Adapun silsilahnya ialah Muhammad Darwisy (Ahmad Dahlan) bin KH. Abu Bakar bin KH. Muhammad Sulaiman bin Kyai Murtadla bin Kyai Ilyas bin Demang Djurung Djuru Kapindo bin Demang Djurung Djuru Sapisan bin Maulana Sulaiman Ki Ageng Gribig (Djatinom) bin Maulana Muhammad Fadlullah (Prapen) bin Maulana 'Ainul Yaqin bin Maulana Ishaq bin Maulana Malik Ibrahim (Yunus Salam, 1968: 6).Pada umur 15 tahun, beliau pergi haji dan tinggal di Mekah selama lima tahun. Pada periode ini, Ahmad Dahlan mulai berinteraksi dengan pemikiran-pemikiran pembaharu dalam Islam, seperti Muhammad Abduh, Al-Afghani, Rasyid Ridha dan Ibnu Taimiyah. Ketika pulang kembali ke kampungnya tahun 1888, beliau berganti nama menjadi Ahmad Dahlan.Pada tahun 1903, beliau bertolak kembali ke Mekah dan menetap selama dua tahun. Pada masa ini, beliau sempat berguru kepada Syeh Ahmad Khatib yang juga guru dari pendiri NU, K.H. Hasyim Asyari. Pada tahun 1912, ia mendirikan Muhammadiyah di kampung Kauman, Yogyakarta.Sepulang dari Mekkah, ia menikah dengan Siti Walidah, sepupunya sendiri, anak Kyai Penghulu Haji Fadhil, yang kelak dikenal dengan Nyai Ahmad Dahlan, seorang Pahlawanan Nasional dan pendiri Aisyiyah. Dari perkawinannya dengan Siti Walidah, KH. Ahmad Dahlan mendapat enam orang anak yaitu Djohanah, Siradj Dahlan, Siti Busyro, Irfan Dahlan, Siti Aisyah, Siti Zaharah (Kutojo dan Safwan, 1991). Disamping itu KH. Ahmad Dahlan pernah pula menikahi Nyai Abdullah, janda H. Abdullah. la juga pernah menikahi Nyai Rum, adik Kyai Munawwir Krapyak. KH. Ahmad Dahlan juga mempunyai putera dari perkawinannya dengan Ibu Nyai Aisyah (adik Adjengan Penghulu) Cianjur yang bernama Dandanah. Beliau pernah pula menikah dengan Nyai Yasin Pakualaman Yogyakarta (Yunus Salam, 1968: 9).Disamping aktif dalam menggulirkan gagasannya tentang gerakan dakwah Muhammadiyah, ia juga tidak lupa akan tugasnya sebagai pribadi yang mempunyai tanggung jawab pada keluarganya. Disamping itu, ia juga dikenal sebagai seorang wirausahawan yang cukup berhasil dengan berdagang batik yang saat itu merupakan profesi entrepreneurship yang cukup menggejala di masyarakat.Sebagai seorang yang aktif dalam kegiatan bermasyarakat dan mempunyai gagasan-gagasan cemerlang, Dahlan juga dengan mudah diterima dan dihormati di tengah kalangan masyarakat, sehingga ia juga dengan cepat mendapatkan tempat di organisasi Jam'iyatul Khair, Budi Utomo, Syarikat Islam dan Comite Pembela Kanjeng Nabi Muhammad SAW.Pada tahun 1912, Ahmad Dahlan pun mendirikan organisasi Muhammadiyah untuk melaksanakan cita-cita pembaharuan Islam di bumi Nusantara. Ahmad Dahlan ingin mengadakan suatu pembaharuan dalam cara berpikir dan beramal menurut tuntunan agama Islam. la ingin mengajak umat Islam Indonesia untuk kembali hidup menurut tuntunan al-Qur'an dan al-Hadits. Perkumpulan ini berdiri bertepatan pada tanggal 18 Nopember 1912. Dan sejak awal Dahlan telah menetapkan bahwa Muhammadiyah bukan organisasi politik tetapi bersifat sosial dan bergerak di bidang pendidikan.Gagasan pendirian Muhammadiyah oleh Ahmad Dahlan ini juga mendapatkan resistensi, baik dari keluarga maupun dari masyarakat sekitarnya. Berbagai fitnahan, tuduhan dan hasutan datang bertubi-tubi kepadanya. la dituduh hendak mendirikan agama baru yang menyalahi agama Islam. Ada yang menuduhnya kyai palsu, karena sudah meniru-niru bangsa Belanda yang Kristen dan macam-macam tuduhan lain. Bahkan ada pula orang yang hendak membunuhnya. Namun rintangan-rintangan tersebut dihadapinya dengan sabar. Keteguhan hatinya untuk melanjutkan cita-cita dan perjuangan pembaharuan Islam di tanah air bisa mengatasi semua rintangan tersebut.Pada tanggal 20 Desember 1912, Ahmad Dahlan mengajukan permohonan kepada Pemerintah Hindia Belanda untuk mendapatkan badan hukum. Permohonan itu baru dikabulkan pada tahun 1914, dengan Surat Ketetapan Pemerintah No. 81 tanggal 22 Agustus 1914. Izin itu hanya berlaku untuk daerah Yogyakarta dan organisasi ini hanya boleh bergerak di daerah Yogyakarta. Dari Pemerintah Hindia Belanda timbul kekhawatiran akan perkembangan organisasi ini. Itulah sebabnya kegiatannya dibatasi.Walaupun Muhammadiyah dibatasi, tetapi di daerah lain seperti Srandakan, Wonosari dan Imogiri dan lain-Iain tempat telah berdiri cabang Muhammadiyah. Hal ini jelas bertentangan dengan keinginan pemerintah Hindia Belanda. Untuk mengatasinya, maka KH. Ahmad Dahlan menyiasatinya dengan menganjurkan agar cabang Muhammadiyah di luar Yogyakarta memakai nama lain. Misalnya Nurul Islam di Pekalongan, Ujung Pandang dengan nama Al-Munir, di Garut dengan nama Ahmadiyah. Sedangkan di Solo berdiri perkumpulan Sidiq Amanah Tabligh Fathonah (SATF) yang mendapat pimpinan dari cabang Muhammadiyah.Bahkan dalam kota Yogyakarta sendiri ia menganjurkan adanya jama'ah dan perkumpulan untuk mengadakan pengajian dan menjalankan kepentingan Islam. Perkumpulan-perkumpulan dan Jama'ah-jama'ah ini mendapat bimbingan dari Muhammadiyah, yang diantaranya ialah Ikhwanul Muslimin, Taqwimuddin, Cahaya Muda, Hambudi-Suci, Khayatul Qulub, Priya Utama, Dewan Islam, Thaharatul Qulub, Thaharatul-Aba, Ta'awanu alal birri, Ta'ruf bima kanu wal- Fajri, Wal-Ashri, Jamiyatul Muslimin, Syahratul Mubtadi (Kutojo dan Safwan, 1991: 33).Gagasan pembaharuan Muhammadiyah disebarluaskan oleh Ahmad Dahlan dengan mengadakan tabligh ke berbagai kota, disamping juga melalui relasi-relasi dagang yang dimilikinya. Gagasan ini ternyata mendapatkan sambutan yang besar dari masyarakat di berbagai kota di Indonesia. Ulama-ulama dari berbagai daerah lain berdatangan kepadanya untuk menyatakan dukungan terhadap Muhammadiyah. Muhammadiyah makin lama makin berkembang hampir di seluruh Indonesia. Oleh karena itu, pada tanggal 7 Mei 1921 Dahlan mengajukan permohonan kepada pemerintah Hindia Belanda untuk mendirikan cabang-cabang Muhammadiyah di seluruh Indonesia. Permohonan ini dikabulkan oleh pemerintah Hindia Belanda pada tanggal 2 September 1921.Sebagai seorang yang demokratis dalam melaksanakan aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, Dahlan juga memfasilitasi para anggota Muhammadiyah untuk proses evaluasi kerja dan pemilihan pemimpin dalam Muhammadiyah. Selama hidupnya dalam aktivitas gerakan dakwah Muhammadiyah, telah diselenggarakan dua belas kali pertemuan anggota (sekali dalam setahun), yang saat itu dipakai istilah AIgemeene Vergadering (persidangan umum).

b. Berdirinya Muhammadiyah dan berikut hal-hal yang Melatarbelakangi BerdirinyaSejarah singkat berdirinya Muhammadiyahsumber buku :

Muhammadiyah sebagai Gerakan Islam (dalam Perspektif Historis dan Ideologis) Drs H Mustafa Kaml Pasha , B. EdAhmad Adaby Darban , SUPerserikatan Muhammadiyah sudah dikenal luas sejak beberapa puluh tahun yang lalu , oleh masyarakat Internasioanal , khususnya oleh masyarakat 'alam Ialamy. Nama Muhammadiyah sudah sangat akrab di telinga masayarkat pada umumnya .Adapun arti nama muhammadiyah dapat dilihat dari dua segi , yaitu arti bahasa atau etimologis dan arti istilah atau terminologis.Arti Bahasa atau estimologis :Muhammadiyah berasal dari kata bahasa arab "Muhammad" yaitu nama nabi atau Rasul yang terakhir.Kemudian mendapatkan "ya nisbiyah "yang artinya menjeniskan .Jadi Muhammadiyah berarti umatnya Muhammad atau pengikut Muhammad. Yaitu semua oraqng yang menyakini bahwa Muhammad adalah hamba dan pesuruh Allah yang terakhir .Denga demikian siapapun yang beragama Islam maka dia adalah orang Muhammadiyah , tanpa dilihat atau dibatasi oleh perbedaan Organisasi, golongan bangsa , geografis , etnis , dsb.Arti Istilah atau terminologis :Muhammadiyah adlah gerakan Islam , Dakwah AmarMakruf Nahi Munkar , berasa Islam dan bersumber Al Qur'an dan Sunah didirikan oleh KHA . Dahlan pada tanggal 8 Dzulhijah 1330 H, bertepatan tanggal 18 November 1912 M di kota Yogyakarta .Gerakan ini diberi nama Muhammadiyah denga maksud untuk berta'faul (berpengharapan baik )dapat menconytoh dan meneladani jejeak perjuangan nabi Muhammad SAW. dalam rangka menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam semata - mata demi terwujudnya Izzul Islam wal Muslimin, kejayaan Islam sebagai idealita dan kemulian hidup umat Ilam sebagai realita.Latar Belakang berdirinya Muhammadiyah1.Faktor subyektifFaktor Subyektif yang sangat kuat , bahkan dikatakan sbagai faktor utama dan faktor penentu yang mendorong berdiri8nya Muhammadiyah adlah hasil pendalaman KHA . Dahlan terhadap Al Qur'an dalm menelaah , membahas dan meneliti dan menbkaji kandunagn isinya .Sikap KHA Dahlan seprti ini sesunguhnya dalam rangka melaksanakan firman Allah sebagaimana yang tersimpul dalam dalam surat An-Nisa ayat 82 dan surat MUhammad ayat 24 yaitu melakukan taddabur atau memperhatikan dan mencermati dengan penuh ketelitian terhadap apa yang tersirat dalam ayat .Sikap seperti ini pulalah yang dilakukan KHA Dahaln ketika menatap surat Ali Imran ayat 104 ::"Dan hendaklah ada diantara kamu sekalian segolongan umat yang menyeru kepada kebajikan , menyuruh kepada yang makruf dan mencegah yang munkar , merekalah orang - orang yanag beruntung ".Memahami seruan diatas , KHA Dahlan tergerak hatinya untuk membangansebauh perkumpulan , organisasi atau persyarikatan yang teratur dan rapi yang tugasnya berkhidmad pada malaksanakan misi dakwah Islam amar Makruf Nahi Munkar di tengah masyarakat kita .2. Faktor ObyektifAda beberapa sebab yang bersifat objektif yang melatarbelakangi berdirinya Muhammadiyah, yang sebagian dapat dikelompokkan dalam faktor internal, yaitu faktor-faktor penyebab yang muncul di tengah-tengah kehidupan masyarakat Islam Indonesia, dan sebagiannya dapat dimasukkan ke dalam faktor eksternal, yaitu faktor-faktor penyebab yang ada di luar tubuh masyarakat Islam Indonesia.Faktor obyektif yang bersifat internala. Ketidakmurnian amalan Islam akibat tidak dijadikannya Al-Quran dan as-Sunnah sebagai satu-satunya rujukan oleh sebagian besar umat Islam Indonesiab. Lembaga pendidikan yang dimiliki umat Islam belum mampu menyiapkan generasi yang siap mengemban misi selaku ”Khalifah Allah di atas bumi”Faktor obyektif yang bersifat eksternala. Semakin meningkatnya Gerakan Kristenisasi di tengah-tengah masyarakat Indonesiab. Penetrasi Bangsa-bangsa Eropa, terutama Bangsa Belanda ke Indonesiac. Pengaruh dari Gerakan Pembaharuan dalam Dunia Islam.

c. Lambang Muhammadiyaha.

Bentuk LambangLambang persyarikatan berbentuk matahari yang memancarkan dua belas sinar yang mengarah ke segala penjuru, dengan sinarnya yang putih bersih bercahaya. Di tengah-tengah matahari terdapat tulisan dengan huruf Arab; Muhammadiyah. Pada lingkaran atas yang mengelilingi tulisan Muhammadiyah terdapat: tulisan berhuruf Arab, berujud kalimat syahadat tauhid: “Asyhadu anla ila-ha illa Allah” (saya bersaksi bahwasanya tidak ada Tuhan kecuali Allah), dan pada lingkaran bagian bawah tertulis kalimat syahadat Rasul “Waasyhadu anna Muhammadan Rasulullahi” (dan aku bersaksi bahwa Muhammad adalah utusan Allah). Seluruh gambar matahari dengan atributnya berwarna putih dan terletak di atas warna dasar hijau daun.
b. Maksud LambangMatahari adalah merupakan salah satu benda langit ciptaan (makhluk) Allah. Dalam sistem tata surya matahari menempati posisi sentral (heliosentris) yaitu menjadi titik pusat dari semua planet-planet lain. Matahari merupakan benda langit yang dari dirinya sendiri memiliki kekuatan memancarkan sinar panas yang sangat berguna bagi kehidupan biologis semua makhluk hidup yang ada di bumi. Dan tanpa panas sinar matahari bumi akan membeku dan gelap gulita, sehingga semua makhluk hidup tidak mungkin dapat meneruskan kehidupannya.Muhammadiyah menggambarkan jati diri, gerak serta manfaatnya sebagaimana matahari. Kalau matahari menjadi penyebab lahiriyah berlangsungnya kehidupan secara biologis bagi seluruh makhluk hidup yang ada di bumi, maka Muhammadiyah akan menjadi penyebab lahirnya, berlangsungnya kehidupan secara spiritual, rohaniyah bagi semua orang yang mau menerima pancaran sinarnya yang berupa ajaran agama Islam sebagaimana yang termuat dalam Al-Qur’an dan as-Sunnah. Ajaran Islam yang hak dan lagi sempurna itu seluruhnya berintikan dua kalimat syahadat itulah digambarkan oleh surat al-Anfal 24:”Wahai orang-orang yang beriman! penuhilah seruan Allah dan seruan Rasul apabila Rasul menyeru kalian kepada sesuatu yang memberi kehidupan kepada kalian”.Dua belas sinar matahahari yang memancar ke seluruh penjuru mengibaratkan tekad dan semangat pantang menyerah dari warga Muhammadiyah dalam memperjuangkan Islam di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia sebagai tekad dan semangat pantang mundur dan menyerah dari kaum Hawary, yaitu sahabat Nabi Isa as yang jumlahnya dua belas orang. Karena tekad dan semangatnya telah teruji secara meyakinkan maka Allah pun berkenan mengabadikan mereka dalamsalah satu ayat Al-Qur’an, yaitu surat as-Shaf ayat 14:”Wahai’ sekalian orang yang beriman! jadikanlah kalian penolong-penolong (agama) Allah, sebagaimana ucapan Isa putra Maryam kepada kaum Hawary: ”Siapa yang bersedia menolongku (semata-mata untuk menegakkan agama Allah”), lalu segolongan banl israil beriman dan segolongan (yang kafir) kafir: maka kami berikan kekuatan kepada orang-orang yang beriman terhadap musuh-musuh mereka, maka jadilah mereka orang-orang yang menang”.Warna putih pada seluruh gambar matahari melambangkan kesucian dan keikhlasan.Muhammadiyah dalam berjuang untuk menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam tidak ada motif lain kecuali semata-mata mengharapkan keridlaan Allah. Keikhlasan yang menjadi inti (nucleus) ajaran ikhsan sebagaimana yang diajarkan Rasullulah benar-benar dijadikan jiwa dan ruh perjuangan Muhammadiyah, dan yang sejak awal kelahiran Muhammadiyah sudah ditanamkan oleh KHA. Dahlan. Sebab telah diyakini secara sungguh-sungguh bahwa setiap perjuangan yang didasari oleh iman dan ikhlas maka kekuatan apapun tidak ada yang mampu mematahkannya (lihat surat Shadd 73-85, as-Shaffat 138, al-A’raf 11-18).Warna hijau yang menjadi warna dasar melambangkan kedamaian dan kesejahteraan. Muhammadiyah berjuang di tengah-tengah masyarakat bangsa Indonesia dalam rangka merealisasikan ajaran agama Islam yang penuh dengan kedamaian, selamat dan sejahtera bagi umat manusia (al-Anbiya’ ayat 107).


d. Maksud dan Tujuan Muhammadiyah


Sesuai dengan Anggaran Dasar Muhammadiyah, Bab 3 Pasal 6 tentang maksud dan tujuan muhammadiyah yang isinya :Pasal 6Maksud dan TujuanMaksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi Agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.Muhammadiyah sebagai gerakan Islam memiliki cita-cita ideal yaitu mewujudkan “masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”. Dengan cita-cita yang ingin diwujudkan itu Muhammadiyah memiliki arah yang jelas dalam gerakannya.Cita-cita ideal yang ingin diwujudkan Muhammadiyah terkandung dalam rumusan maksud dan tujuan, yakni “menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” (Bab III. Pasal 6). Sering muncul pertanyaan seputar makna atau kandungan isi dari maksud dan tujuan Muhammadiyah tersebut. Apakah yang dimaksudkan dengan kalimat “menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam” itu? Apa pula, dan ini lebih sering dipertanyakan, yang dimaksud dengan “masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” itu? Dua pertanyaaan yang elementer, tetapi memang sangat penting untuk diketahui dan dipahami khususnya oleh anggota Muhammadiyah. Guna menjawab pertanyaan tersebut, pertama-tama perlu diketahui konteks lahirnya perumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah tersebut, yang kedua substansi atau isinya dengan merujuk pada pemikiran-pemikiran yang selama ini berkembang dalam Muhammadiyah.Jika dilacak pada rumusan Anggaran Dasar (Statuten) Muhammadiyah sejak berdiri tahun 1912 hingga Muktamar ke-45 tahun 2005, Muhammadiyah telah menyusun dan melakukan perubahan Anggaran Dasar (AD) sebanyak 15 (lima belas) kali yaitu pada berturut-turut pada tahun 1912, 1914, 1921, 1934, 1941, 1943, 1946, 1950 (dua kali), 1959, 1966, 1968, 1985, 2000, dan 2005. Adapun untuk Anggaran Rumah Tangga (ART) sebanyak 8 (delapan) kali dimulai dan berturut tahun 1922, 1933, 1952, 1961, 1967, 1969, 1987, 2000, dan 2005. Dari kandungan isi AD/ART Muhammadiyah tersebut ditemukan data bahwa rumusan tujuan mewujudkan/terwujudnya “masyarakat Islam yang sebenar-benarnya” ditetapkan pada AD tahun 1946, sedangkan sejak berdirinya sampai awal tahun kemerdekaan Indonesia tersebut tidak ditemukan rumusan tujuan sebagaimana dimaksud.Dari data yang dihimpun Mh. Djaldan (1998), ditemukan pula bahwa rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah sebagaimana dimaksud, mengalami perubahan redaksional yang sedikit berbeda yakni, tahun 1946 dan 1959, serta perubahan isi pada tahun 1985. Pada AD tahun 1946 tertera kalimat “Maksud dan tujuan Persyarikatan ini akan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga dapat mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”, sementara pada AD tahun 1959 berbunyi “Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga dapat terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya”.Pada tahun 1985, maksud dan tujuan Muhammadiyah mengalami perubahan isi menjadi “Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu wata‘ala”. Penggantian tahun 1985, terjadi karena pemaksaan rezim Soeharto di era Orde Baru yang melalui Undang-Undang Tahun 1985 yang mengharuskan seluruh organisasi politik dan kemasyarakatan untuk berasas (tunggal) Pancasila, sehingga Muhammadiyah diharuskan selain mengganti asas Islam yang telah dirumuskan sejak tahun 1959 menjadi asas Pancasila, sekaligus mengubah rumusan tujuannya melalui proses yang sangat alot hingga menunda muktamarnya selama dua tahun.Dalam Statuten (Anggaran Dasar) pertama tahun rumusan maksud/tujuan Muhammadiyah belum mengarah ke format masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, kendati spiritnya boleh jadi sama. Pada Statuten 1912 artikel (pasal?) kedua dinyatakan sebagai berikut:“Maka perhimpunan itu maksudnya:a. Menyebarluaskan pengajaran Agama Kanjeng Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputera di dalam residensi Yogyakarta, danb. Memajukan hal Agama kepada anggota-anggotanya.” Agar memperoleh gambaran yang lengkap mengenai rumusan maksud dan tujuan Muhammadiyah dalam rentang perubahan AD/ART Muhammadiyah tersebut berikut penulis cuplikan dalam tabel : Maksud dan Tujuan Muhammadiyah tahun 1912-2005


NO. TH. RUMUSAN MAKSUD DAN TUJUAN MUHAMMADIYAH

  1. 1912 “Maka perhimpunan itu maksudnya:a. Menyebarluaskan pengajaran Agama Kangjeng Nabi Muhammad Shallallahu Alaihi Wassalam kepada penduduk Bumiputera di dalam residensi Yogyakarta, danb. Memajukan hal Agama kepada anggauta-anggautanya
  2. 1914 Maksud Persyarikatan ini yaitu:a. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama Islam di Hindia Nederland, danb. Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama Islam kepada lid-lid-nya.
  3. 1921 Maksud Persyarikatan ini yaitu:a. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran Igama Islam di Hindia Nederland, danb. Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama Islam kepada lid-lid-nya.
  4. 1934 Hajat Persyarikatan itu:a. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama Islam di Hindia Nederland, danb. Memajukan dan menggembirakan kehidupan (cara hidup) sepanjang kemauan agama Islam kepada lid-lid-nya (segala sekutunya).
  5. 1941 Hajat Persyarikatan:a. Memajukan dan menggembirakan pengajaran dan pelajaran agama Islam di Indonesia, danb. Memajukan dan menggembirakan cara hidup sepanjang kemauan agama Islam kepada lid-lid-nya (segala sekutunya).
  6. 1943 Sesuai dengan kepercayaan untuk mendirikan kemakmuran bersama seluruh Asia Raya, di bawah pimpinan Dai Nippon, dan memang diperintahkan oleh Tuhan Allah, maka perkumpulan ini:a. hendak menyiarkan agama Islam, serta melatihkan hidup yang selaras dengan tuntunannya,b. hendak melakukan pekerjaan kebaikan kebaikan umum,c. hendak memajukan pengetahuan dan kepandaian serta budi pekerti yang baik kepada anggauta-anggautanya; kesemuanya itu ditujukan untuk berjasa mendidik masyarakat ramai.
  7. 1946 Maksud dan tujuan Persyarikatan ini akan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga dapat mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
  8. 1950 (1) Maksud dan tujuan Persyarikatan ini akan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga dapat mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
  9. 1950 (2) Maksud dan tujuan Persyarikatan ini akan menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam, sehingga dapat mewujudkan masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
  10. 1959 Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga dapat terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
  11. 1966 Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga dapat terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
  12. 1968 Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga dapat terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
  13. 1985 Maksud dan tujuan Persyarikatan ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga terwujud masyarakat utama, adil, dan makmur yang diridlai Allah Subhanahu wata‘ala.
  14. 2000 Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga dapat terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.
  15. 2005 Maksud dan tujuan Muhammadiyah ialah menegakkan dan menjunjung tinggi agama Islam sehingga dapat terwujud masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.

Sumber: Hasil pengolahan dari himpunan Mh. Djaldan Badawi, Anggaran Dasar Dan Anggaran Rumah Tangga Muhammadiyah 1912-1985 (Yogyakarta: Sekretaria PP Muhammadiyah), 1998. Dan dokumen PP Muhammadiyah untuk tahun 2000 dan 2005.
Perubahan substansi dan formulasi tujuan Muhammadiyah tersesbut tampaknya menggambarkan perkembangan cara berpikir dan konteks yang dihadapi Muhammadiyah pada setiap babakan sejarah tertentu. Menurut Prof. KH. Farid Ma’ruf dalam buku Pendjelasan Tentang Maksud dan Tudjuan Muhammadijah (Jakarta: Penerbit Yayasan Santakam, 1966, hal. 8) bahwa “perubahan yang bertingkat-tingkat seperti tersebut di atas itu membayangkan dengan jelas, kemajuan hasil yang telah dicapai oleh Muhammadiyah dengan bertingkat-tingkat, dan juga menggambarkan dengan nyata perkembangan berpikir dari para pemimpin dan anggauta-anggautanya yang tambah lama semakin maju juga.” Jadi, terdapat sistematisasi pemikiran yang lebih maju dari perubahan formulasi tujuan Muhammadiyah sebagaimana dalam pemikiran-pemikiran formal lainnya.Namun, kendati terjadi perubahan formulasi tujuan, terdapat konsistensi yakni ruh atau spirit gerakan yang tetap konsisten untuk mengemban risalah Islam dan orientasi pada usaha menyebarluaskan dan memajukan kehidupan sepanjang kemauan ajaran Islam melalui lapangan kemasyarakatan dan tidak melalui jalur kekuasaan-negara. Dalam penjelasan Pimpinan Pusat Muhammadiyah Tafsir Anggaran Dasar Muhammadijah Lengkap dengan Muqaddimahnya (Yogyakarta: PP Muhammadiyah, 1954, hal. 16 ) mengenai perubahan redaksional maksud dan tujuan Muhammadiyah itu dikemukakan sebagai berikut: “Kalau orang mengikuti perkembangan Muhammadiyah melalui berbagai aman yang berlainan coraknya, adalah memang sedemikian harusnya mencantumkan maksud dan tujuannya. Akan tetapi, intinya tetap, mewujudkan ISLAM bagaimana dan apa mestinya.


e. Amal Usaha Muhammadiyah (AUM)

Dengan maksud dan tujuan Muhammadiyah yang luas dan besar itu, maka luas dan besar pula amal usaha Muhammadiyah. Sudah barang tentu pada mulanya belum sebesar yang ada sekarang ini. Lebih-lebih pada saat itu banyak rintangan dan halangan yang dihadapi, baik dari ulama-ulama yang belum dapat menerima cara pemahaman agama Islam KHA. Dahlan maupun kaum pemegang adat yang gigih mempertahankan tradisi nenek-moyangnya.Usaha yang mula-mula, disamping dalam bidang pendidikan dengan mendirikan sekolah Muhammadiyah lebih banyak ditekankan pada pemurnian tauhid dan ibadah dalam Islam seperti:

a. Meniadakan kebiasaan menujuhbulani (jawa=tingkep), yaitu selamatan bagi orang hamil pertama kali memasuki bulan ke tujuh, kebiasaan ini merupakan peninggalan dari adat jawa kuno, biasanya diadakan engan membuat rujak dari kelapa muda yang belum berdaging yang dikenal dengan nama cengkir dicampur dengan berbagai bahan-bahan lain seperti buah delima, buah jeruk, dan lain-lain.

b. Menghilangkan tradisi keagamaan yang tumbuh dari kepercayaan Islam sendiri. Seperti: selamatan untuk menghormati Syekh Abdul Kadir Jaelani, Syekh Saman dan lain-lain yang dikenal dengan manakiban; perayaan dimana banyak diisi dengan puji-pujian serta meminta syafaat (pertolongan) kepada tokoh yang sedang diperingatinya. Selain itu terdapat pula kebiasaan membaca barzanji yaitu suatu karya puisi serta syair-syair yang mengandung banyak pujian kepada Nabi Muhammad SAW yang disalahartikan.

c. Bacaan surat Yasin dan bermacam-macam dzikir yang khusus dibaca pada malam Jum’at, dan hari-hari tertentu adalah suatu bid’ah. Begitu pula ziarah hanya pada waktu-waktu tertentu dan pada kuburan tertentu; ibadah yang tidak ada dasarnya dalam agama, juga harus ditinggalkan;yang boleh ialah ziarah kubur dengan tujuan untuk mengingat adanya kematian pada setiap makhluk Allah.

Selain yang disebut diatas, sebagai usaha untuk menegakkan aqidah Islam yang murni serta mengamalkan ibadah yang sesuai dengan tuntunan Nabi Muhammad, masih banyak lagi usaha-usaha di bidang keagamaan, pendidikan, kemasyarakat dan politik yang telah dan sedang dilaksanakan MuhammadiyahSudah menjadi ciri dalam Muhammadiyah adanya semboyan “sedikit bicara banyak bekerja”, tidak saja sekedar semboyan di bibir saja, tetapi sungguh-sungguh dibuktikan dengan amaliyah. Oleh karena itu tidak mengherankan, bila Muhammadiyah yang hanya memiliki jumlah anggota yang tidak begitu banyak, tetapi cukup banyak dan luas amal usaha serta hasil-hasilnya. Hal ini dapat dibuktikan, sebagai berikut:

1. Bidang KeagamaanPada bidang inilah sesungguhnya pusat seluruh kegiatan muhammadiyah, dasar dan jiwa setiap amal usaha muhammadiyah. Dan apa yang dilaksanakan dalam bidang-bidang lainnya tidak lain dari dorongan keagamaan semata-mata.

o Terbentuknya Majlis Tarjih (1927), suatu lembaga yang menghimpun ulam-ulama dalam Muhammadiyah yang secara tetap mengadakan permusyawaratan dan memberi fatwa-fatwa dalam bidang agama serta memberi tuntunan mengenai hukum yang sangat bermanfaat bagi khalayak umumo Terbentuknya Departemen Agama Republik Indonesia tidak terlepasdari kepeloporan pemimpin Muhammadiyah. Oleh karena itu pada tempatnya bila menteri Agama yang pertama dipercayakan di pundak tokoh muhammadiyah, dalam hal ini H. Moch. Rasyidi B. A.

2. Bidang PendidikanSalah satu sebab didirikannya Muhammadiyah ialah karena lembaga-lembaga pendidikan di Indonesia sudah tidak memenuhi lagi kebutuhan dan tuntutan zaman. Tidak saja isi dan metode pengajarannya yang tidak sesuai, bahkan sistem pendidikannya pun harus diadakan perombakan yang mendasar.Maka dengan didirikannya sekolah yang tidak lagi memisah-misahkan antara pelajaran yang diangap agama dan pelajaran yang digolongkan ilmu umum, pada hakikatnya merupakan usaha yang sangat penting dan besar. Karena dengan sistem tersebut bangsa Indonesia dididik menjadi bangsa yang utuh kepribadiannya, tidak terpecah belah menjadi pribadi yang berilmu umum atau berilmu agama saja.Karena tidak mungkin menghapus sama sekali sistem sekolah umum dan sistem pesantren, maka ditempuh usaha perpaduan antara keduanya,yaitu dengan:

o Mendirikan sekolah-sekolah umum dengan memasukkan ke dalamnya ilmu-ilmu keagamaan dan

o Mendirikan madrasah-madrasah yang juga diberi pendidikan pengajaran ilmu-ilmu pengetahuan umum.Dengan usaha perpaduan tersebut, tidak ada lagi pembedaan dimana ilmu agama dan ilmu umum. Semuanya adalah perintah dan dalam naungan agama.

3. Bidang KemasyarakatanMuhammadiyah adalah suatu gerakan Islam yang mempunyai tugas dakwah Islam dan amar makruf nahi munkar dalam bidang kemasyarakatan. Sudah dengan sendirinya bayak usaha-usaha ditempatkan dalam bidang kemasyarakatan, seperti:

o Mendirikan rumah-rumah sakit modern, lengkap dengan segala peralatan, membangun balai-balai pengobatan, rumah bersalin, apotik dan sebagainya.

o Mendirikan panti-panti asuhan anak yatim baik putra maupun putri, untuk menyantuni mereka.

o Mensirikan perusahaan percetakan, penerbitan dan took buku, yang benyak mempublikasikan majalah-majalah, brosur dan buku-buku yang sngat membantu penyebarluasan faham-faham keagamaan, ilmu dan kebudayaan Islam.

o Pengusahaan dan bantuan hari tua: yaitu dana yang diberikan pada saat seseorang tidak lagi bisa bekerja karena usai telah atau cacat jasmani sehingga memerlukan pertolongan.

o Memberikan bimbingan dan penyuluhan keluargas mengenai hidup sepanjang tuntunan Illahi.

4. Bidang Politik KenegaraanMuhammadiyah bukan suatu organisasi politik dan tidak akan menjadi partai politik. Meskipun demikian, dengan keyakinannya bahwa agama islam adalah agama yang mengatur segenap kehidupan manusia di dunia ini maka dengan sendirinya segala hal yang berhubungan dengan dunia juga menjadi bidang garapannya, tak terkecuali soal-soal politik kenegaraan. Akan tetapi, jika Muhammadiyah ikut bergerak dalam urusan kenegaraan dan pemerintahan, tetap dalam batas-batasnya sebagai Gerakan Dakwah Islam Amr Makruf Nahi Munkar, dan sama sekali tidak bermaksud menjadi sebuah partai politik.Tak dapat disebutkan satu persatu seluruh perjuangan Muhammadiyah yang dapat digolongkan ke dalam bidang politik kenegaraan, hanya beberapa diantaranya:

o Pengadilan Agama di zaman kolonial berada dalam kekuasaan penjajah tentu saja beragama Kristen. Agar urusan agama di Indonesia yang sebagian besar penduduknya beragama Islam, juga dipegang oleh orang muslim, Muhammadiyah berjuang ke arah cita-cita itu.o Ikut mempelopori berdirinya Partai Islam Indonesia. Begitu pula pada tahun 1945 termasuk menjadi pendukung utama berdirinya Partai Masyumi dengan gedung Madrasah Mu’allimin Muhammadiyah Yogyakarta sebagai tempat kelahirannya.o Ikut aktif dalam keanggotaan MIAI (Majelis A’la Indonesia) dan menyokong sepenuhnya tuntutan Gabungan Politik Indonesia (GAPI) agar Indonesia mempunyai parlemen di Zaman penjajahan. Begitu pula pada kegiatan Islam Internasional, seperti Konferensi Islam Asia Afrika, dan Muktamar Masjid se Dunia dan sebaginya Muhammadiyah aktif mengambil bagian di dalamnya.Apa yang telah dikemukakan di atas merupakan sebagian dari Amal Usaha Muhammadiyah selama ini. Kini serta esok terus beramal tak ada henti-hentinya, sebgaimana firman Allah: “Dan katakanlah! Beramallah kamu semua, niscaya Allah, Rasul-Nya serta orang-orang mukminin akan menjadi saksi”. Firman Allah ini ditulis dengan indah dan menghiasi di atas pintu gedung Muhammadiyah, markas dari Pimpinan Pusat Muhammadiyah di Yogyakarta.

5. Tentang Perkembangan Muhammadiyah Sebelum, Sesudah dan Sampai Sekarang?Dengan iman dan amal shalih Muhammadiyah terus maju dnan berkembang kemana-mana. Tak sedikit halangan dan tantangan, semuanya dihadapi dengan zabar dan tawakal, yang akhirnya membuahkan hasil kebesaran dan keluasan gerakan Muhammadiyah. Sejak dari ujung barat samapi tapal batas paling timur, dan wilayah paling utara maupun selatan Indonesia, telah dimasuki muhammadiyah. Hal tersebut membuktikan bahwa muhammadiyah memang bisa diterima oleh masyarakat Indonesia, di samping karena keuletan dan ketekunan mubaligh-mubalighnya dalam menyiarkan Islam sesuai dengan faham yang diyakini MuhammadiyahSecara garis besar perkembangan Muhammadiyah dapat dibedakan menjadi:

1. Perkembangan secara verticalYaitu perkembangan dan perluasan gerakan Muhammadiyah ke seluruh penjuru tanah air, berupa berdirinya wilayah-wilayah di tiap-tiap propinsi, daerah-daerah di tiap kabupaten/kotamadya, cabang-cabang dan ranting-ranting serta jumlah anggota yang bertebaran dimana-mana.

2. Perkembangan secara horizontalYaitu perkembangan dan perluasan Muhammadiyah yang meliputi berbagai bidang kehidupan. Hal ini dengan pertimbangan karena bertambah luas serta benyaknya hal-hal yang harus diusahakan oleh Muhammadiyah, sesuai dengan maksud dan tujuannya. Maka dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang berkedudukan sebagai badan pembantu pimpinan persyarikatan. Kesatuan-kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan-badan.Disamping majlis dan lembaga, terdapat organisasi Otonom, yaitu organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk, dengan masih tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Dalam Persyarikatan Muhammadiyah Organisasi Otonom (ORTOM) ini ada beberapa buah, yaitu:

o ‘Aisyiyaho Nasyiatul ‘Aisyiyaho Pemuda Muhammadiyaho Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM)o Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)

o Tapak Suci Putra Muhammadiyaho Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan.Organisasi otonom yang terdiri dari N. A, Pemuda Muhammadiyah, IRM, IMM, Tapak Suci Putra Muhammadiyah dan Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan ini termasuk Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) di mana keenam kelompok muda ini berkewajiban mengemban fungsi sebagai pelopor, pelangsung, dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah.

f.. Perkembangan MuhammadiyahDengan iman dan amal shalih Muhammadiyah terus maju dan berkembang kemana-mana. Tak sedikit halangan dan tantangan, semuanya dihadapi dengan sabar dan tawakal, yang lahirnya membuahkan hasil kebesaran dan keluasan gerakan Muhammadiyah. Sejak dari ujung barat sampai tapal batas paling timur, dari wilayah paling utara maupun selata indonesia, telah dimasuki Muhammadiyah. Hal tersebut membuktikan bahwa Muhammadiyah memang bisa diterima oleh masyarakat indonesia, disamping karena keuletan dan ketekunan mubaligh-mubalighnya dalam menyiarkan islam sesuai dengan faham yang diyakini Muhammadiyah.Secara garis besar perkembangan Muhammadiyah dapat dibedakan menjadi:

1. PERKEMBANGAN SECARA VERTIKAL;

yaitu perkembangan dan perluasan gerakan Muhammadiyah ke seluruh penjuru tanah air, berupa berdirinya wilayah-wilayah di tiap-tiap propinsi, daerah-daerah di tiap-tiap kabupaten/kotamadya, cabang-cabang dan ranting-ranting serta jumlah anggota yang bertebaran di mana-mana.

2. PERKEMBANGAN SECARA HORIZONTAL;

yaitu perkembangan dan perluasan amal usaha Muhammadiyah, yang meliputi berbagai bidang kehidupan. Hal ini dengan pertimbangan karena bertambah luas serta banyaknya hal-hal yang harus diusahakan oleh Muhammadiyah, sesuai dengan maksud dan tujuannya. Maka dibentuklah kesatuan-kesatuan kerja yang berkedudukan sebagai badan pembantu pimpinan persyarikatan. Kesatuan-kesatuan kerja tersebut berupa majelis-majelis dan badan-badan.Di samping majlis dan lembaga, terdapat organisasi Otonom, yaitu organisasi yang bernaung di bawah organisasi induk, dengan masih tetap memiliki kewenangan untuk mengatur rumah tangganya sendiri. Dalam Persyarikatan Muhammadiyah organisasi otonom (ORTOP) ini ada beberapa buah, yaitu:- ’Aisyiyah- Nasyiatul ’Aisyiyah- Pemuda Muhammadiyah- Ikatan Remaja Muhammadiyah (IRM)- Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM)- Tapak Suci Putra Muhammadiyah- Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan.Organisasi otonom yang terdiri dari N. A, Pemuda Muhammadiyah, IRM, IMM, Tapak Suci Putra Muhammadiyah dan Gerakan Kepanduan Hizbul-Wathan ini termasuk kelompok Angkatan Muda Muhammadiyah (AMM) di mana keenam organisasi otonom ini berkewajiban mengemban fungsi sebagai pelopor, pelangsung dan penyempurna amal usaha Muhammadiyah.g. Periodisasi/Kepemimpinan Muhammadiyaha. Periode KH. Ahmad Dahlan (1912-1923)Pada saat ini merupakan masa-masa perintisan, pembentukan jiwa dan amal usaha serta organisasi, sehingga Muhammadiyah menduduki tempat terhormat, sebagai gerakan Islam di Indonesia yang berfaham modern.b. Periode KH. Ibrahim (1923-1932)Dalam masa ini Muhammadiyah semakin berkembang meluas sampai ke daerah-daerah luar Jawa. Selain itu terbentuk pula Majlis Tarjih yang menghimpun para ulama Muhammadiyah untuk mengadakan penelitian dan pengembangan hukum-hukum agama. Dan dalam periode ini pula angkatan muda memperoleh bentuk organisasi yang nyata, di mana pada tahun 1931 Nasyiatul ’Aisyiyah berdiri dan menyusul satu tahun kemudian Pemuda Muhammadiyah.c. Periode KH. Hisyam (1932-1936)Usaha-usaha dalam bidang pendidikan mendapatkan perhatian yang mantap, karena dengan pendidikan bisa lebih banyak diharapkan tumbuhnya kader-kader umat dan bangsa yang akan meneruskan amal usaha Muhammadiyah. Juga dalam periode ini diadakan penertiban dan pemantapan administrasi organisasi sehingga Muhammadiyah lebih kuat dan lincah gerakannya.d. Periode KH. Mas Mansur (1936-1942)Sering dikatakan bahwa tokoh KH. Mas Mansur adalah salah seorang pemimpin Muhammadiyah yang ikut membentuk dan megisi jiwa gerakan Muhammadiyah, sehingga lebih berisi dan mantap, seperti dengan pengokohan kembali hidup beragama serta penegasan faham agama dalam Muhammadiyah. Wujudnya berupa pengaktifan Majlis Tarjih, sehingga mampu merumuskan ”Masalah Lima”, yaitu perumusan mengenai: Dunia, Agama, Qiyas, Sabilillah dan Ibadah.Selain itu untuk menggerakan kembali Muhammadiyah agar lebih dinamis dan berbobot, disusun pula ”langkah dua belas yaitu:a. Memperdalam masuknya imanb. Memperluas faham agamac. Memperluas budi pekertid. Menuntun amal intiqad (mawas diri)e. Menguatkan keadilanf. Menegakkan persatuang. Melakukan kebijaksanaanh. Menguatkan majelis tanwiri. Mengadakan konperensi bagianj. Mempermusyawarahkan gerakan luar .e. Periode Ki Bagus Hadikusumo (1942-1953)Dalam periodenya tersusun Muqaddimah Anggaran Dasar Muhammadiyah. Dalam Muqaddimah tersebut terumuskan secara singkat dan padat gagasan dan pokok-pokok pikiran KH. Ahmad Dahlan yang akhirnya melahirkan Muhammadiyah. Dengan tersusunnya Muqaddimah tersebut Muhammadiyah memiliki dasar berpijak yang kuat dalam melancarkan amal usaha dan perjuangannya.Kondisi sosial politik pada masa jabatan Ki Bagus Hadikusumodalam suasana transisi dari penjajah Belanda, usaha-usaha pemerintah Koloni Belanda untuk menjajah Indonesia kembali dan revolusi kemerdekaan. Pada masa ini kehidupan Muhammadiyah cukup berat. Pada masa itu para pemimpin Muhammadiyah banyak terlibat dalam perjuangan, sementara di tingkat bawah hampir seluruh angkatan muda Muhammadiyah terjun dalam kancah revolusi dalam berbagai laskar kerakyatan. Meskipun demikian Muhammadiyah masih dapat melaksanakan berbagai kegiatan keorganisasian.f. Periode A. R. Sutan Mansyur (1952-1959)KH. Mas Mansyur dipilih sebagai ketua pada Muktamar Muhammadiyah ke 32 di Purwokerto. Sebenarnya beliau tidak termasuk 9 terpilih. Kesembilan orang terpilih adalah HM. Yunus Anies (10945), HM Faried Ma’ruf (10812), Hamka (10011), KHA Badawi (9900), KH. Fakih Usman (9057), Kasman Singodimedjo (8568), Dr. Syamsudin (6654), A. Kahar Muzakir (5798) dan Muljadi Djojomartono (5038). Akan tetapi karena yang 9 orang terpilih itu tidak ada yang bersedia untuk menjadi ketua, maka ke 9 orang itu sepakat untuk menunjuk beliau sebagai ketua PB Muhammadiyah. Beberapa keputusan penting yang diambil pada masa jabatan beliau antara lain:a. Tahun 1955, sidang tanwir di Pekajangan antara lain membicarakan pokok-pokok konsepsi negara Islam.b. Tahun 1956, sidang tanwir di Yogyakarta antara lain memutuskan:- Muhammadiyah tetap Muhammdiyah. Muhammadiyah bergerak dalam bidang kemasyarakatan. Masalah-masalah politik diserahkan kepada partai Masyumi.- Anggoto-anggota Muhammadiyah yang akan aktif di bidang politik dianjurkan supaya masuk partai politik Islam.- Disepakati bersama oleh PP Muhammadiyah dengan DPP Masyumi, bahwa keanggotaan istimewa tidak wajar dan secara perlahan dan tidak menggoncangkan dihapus.- Perlu dipelihara hubungan baik antara Muhammadiyah dengan Masyumi.- Pada Muktamar Muhammadiyah ke XXXIII di Palembang 1956 ini juga diputuskan khittah Palembang.g. Periode H. M. Yunus Anis (1959-1968)Dalam periode ini kebetulan negara indonesia sedang berada dalam kegoncangan sosial dan politik, sehingga langsung atau tidak langsung mempengaruhi gerak perjuangan Muhammadiyah. Dalam rangka mengatasi berbagai kesulitan, akhirnya mampu merumuskan suatu pedoman penting berupa Kpribadian Muhammadiyah. Dengan kepribadian Muhammadiyah bisa menempatkan kembali kedudukannya sebagai gerakan dakwah Islam amar makruf nahi munkar dalam bidang kemasyarakatan.h. Periode KH. Ahmad Badawi (1962-1968)Beliau dipilih dalam Muktamar ke 35 di Jakarta tahun 1962 dan Muktamar ke 36 di Bandung tahun 1965 sebagai formatur tunggal. Pada masa jabatan beliau ini Muhammadiyah mengalami ujian berat karena Muhammadiyah harus berjuang keras untuk mempertahankan eksistensinyaagar tidak dibubarkan. Sebagaimana diketahui pada masa itu kehidupan politik di Indonesia didominasi oleh PKI dan Bung Karno, Presiden RII banyak memberi angin pada PKI. Pada masa itu PKI dengan seluruh ormas mantelnya berusaha menekan partai-partai Islam khususnya Masyumi dan kebetulan Muhammadiyah termasuk salah satu pendukung Masyumi. Karena itu eksistensi Muhammadiyah juga ikut terancam. Namun demikian berkat usaha keras beliau bersama pemimpin Muhammadiyah, Allah masih melindungi Muhammadiyah.i. Periode KH. Fakih Usman/H. A. R. Fakhrudin (1968-1971)Tidak beberapa lama setelah Muktamar ke 37 di Yogyakarta mengukuhkan KH. Fakih Usman sebagai ketua pimpinan pusat Muhammadiyah, beliau dipanggil kembali ke hadirat Allah SWT. Kemudian H. Abdurrazak Fakhruddin, yang dalam susunan Pimpinan Pusat Muhammadiyah periode (1968-1971) duduk sebagai ketua I oleh sidang Tanwir ditetapkan sebagai pengganti beliau. Pada periode ini lebih menonjol usaha ”memuhammadiyahkan kembali Muhammadiyah”. Yaitu usaha untuk mengadakan pembaharuan pada diri dan dalam Muhammadiyah sendiri. Baik pembaharuan (tadjid) dalam bidang ideologinya, dengan merumuskan ”Matan Keyakinan dan Cita-cita Hidup Muhammadiyah”, maupun dalam bidang organisasi dan usaha perjuangannya dengan menyusun ”Khittah Perjuangan dan bidang-bidang lainnya”.j. Periode KH. Abdur Razak Fakhruddin (1971-1990)Pada periode ini usaha untuk meningkatkan kualitas Persyarikatan selalu diusahakan, baik kualitas organisasi maupun kualitas operasionalnya. Peningkatan kualitas organisasi meliputi tajdid di bidang keyakinan dan Cita-cita hidup serta Khittah dan tajdid organisasi. Sedang peningkatan kualitas operasionalnya meliputi intensifikasi pelaksanaan program jama’ah dan dakwah jamaah serta pemurnian amal usaha Muhammadiyah.Pda masa jabatan beliau ada masa krisis yaitu keharusan untuk menjadikan Pancasila sebagai satu-satunya azas. Pada masa jabatan beliau juga terjadi peristiwa penting yaitu Kunjungan Paus Yohanes Paulus II dan sebagai reaksi terhadap kunjungan itu beliau mengeluarkan buku ’Mangayubagya Sugeng Rawuh lan Sugeng Kondur’, yang isinya bahwa Indonesia adalah negara yang penduduknya sudah beragama Islam jadi jangan menjadikan rakyat sebagai obyek Kristenisasi.k. Periode KH. A. Azhar Basyir, MA (1990-1995)Pada periode KH. A. Azhar Basyir MA telah dirumuskan:A). Program Persyarikatan Muhammadiyah jangka panjang (25 tahun) yang meliputi:1. Bidang Konsolidasi Gerakan2. Bidang Pengkajian dan Pengembangan3. Bidang Kemasyarakatan.B). Program Muhammadiyah (1990-1995)1. Bidang Konsolidasi Gerakan, meliputi:- Konsolidasi Organisasi- Kaderisasi dan Pembinaan AMM- Bimbingan keagamaan- Peningkatan hubungan dan kerjasama2. Bidang Pengkajian dan Pengembangan, meliputi:- Pengkajian dan Pengembangan Pemikiran Islam- Penelitian dan Pengembangan- Pusat informasi, Kepustakaan dan Penerbitan3. Bidang Dakwah, Pendidikan dan Pembinaan Kesejahteraan Umat, meliputi:a. Kenyakinan Islamb. Pendidikanc. Kesehatand. Sosial dan Pengembangan Masyarakate. Kebudayaanf. Partisipasi kelompok.l. Periode Prof. DR. H. M. Amien Rais/Prof. DR. H. A. Syafii Maarif (1995-2000)Pada periode Prof. Dr. H. M. Amien Rais, telah dirumuskan program Muhammadiyah tahun 1995-2000, dengan mengacu kepada:a. Globalb. Masalah Dunia Islamc. Masalah nasionald. Permasalahan Muhammadiyahe. Pengembangan pemikiran, yang terdiri atas:- Pemikiran keagamaan- Ilmu dan Teknologi- Pengembangan basis ekonomi- Gerakan sosial kemasyarakatan- PTM sebagai basis gerakan keilmuan/pemikiran.

h. Khittah Muhammadiyah?


KHITTAH PERJUANGAN MUHAMMADIYAH
( Keputusan Mu’tamar ke 40 di Surabaya


I.PENDAHULUAN


Sebagaimana telah ditegaskan dalam Matan Keyakinan dan cita-cita hidup Muhammadiyah, bahwa “Muhammadiyah adalah gerakan berasas Islam, bercita-cita dan belerja untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi “.Untuk mencapai cita-cita tersebut, diperlukan pedoman yang berisi arah, kebijakan dan langkah-langkah yang harus ditempuh sehingga usaha yang dilakukan itu benar-benar dapat mewujudkan cita-cita yang diidamkan. Pedoman itu lebih diperlukan karena dalam perjalanan hidupnya, Muhammadiyah senantiasa menghadapi berbagai macam persoalan dan mengalami situasi yang berubah-ubah. Tanpa pedoman dapat dipastikan akan terjadi kesimpangsiuran perjuangan serta keragu-raguan dalam menghadapi situasi yang selalu berubah itu. Pedoman itulah yang dalam Muhammadiyah dikenal dengan istilah “ Khittah Perjuangan “.Dalam perjalanan Muhammadiyah dari masa ke masa, telah beberapa kali ditetapkan Khittah Perjuangan. Ynang terakhir kalinya adalah Khittah Perjuangan Keputusan Mu’tamar Muhammadiyah ke 40 di Surabaya. Dengan ditetapkannya Khittah Perjuangan oleh mu’tamar Muhammadiyah yang ke 40 itu tidak berarti bahwa khittah-khittah perjuangan yang telah ditetapkan sebelumnya lantas menjadi tidak berlaku laki. Dalam sejarah kehidupan Muhammadiyah, Khittah-khittah perjuangan yang telah ditetapkan itu tidak pernah dinyatakan tidak berlaku lagi. Hal ini tentu saja sepanjang materi dari khittah-khittah Perjuangan tidak bertentangan dengan yang ditetapkan kemudian.Dalam Khittah Perjuanagn Muhammadiyah Keputusan Mu’tamar ke 40 sesuai dengan persoalan dan situasi yang sedang dihadapi dan diperjitungkan akan dihadapi oleh Muhammadiyah, ditonjolkan kembali hakekat Muhammadiyah sebagai gerakan Islam serta hubungan dengan lapangan yang telah dipilihnya, yaitu masyarakat. Disamping itu juga ditonjolkan hubungan Muhammadiyah dengan masalah politik dan ukhuwah Isalmiyah.Berdasarkan pendirian terhadap masalah-masalah yang ditonjolkan ituy, akhirnya Khittah Perjuangan itu menggariskan program jangka pendek yang harus dijabarkan dan dilaksanakan oleh segenap warga Muhammadiyah.Program jangka pendek itu adalah sebagai berikut :1.Memulihkan kembali Muhammadiyah sebagai Persyarikatan yang menghimpun sebagian anggota masyarakat terdiri dari muslimin dan muslimat yang beriman teguh, taat beribadah, berakhlak mulia dan menjadi teladan yang baik di tengah masyarakat.2.Meningkatkan pengertian dan kematangan anggota Muhammadiyah tentang hak dan kewajibannya sebagai warga negara dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dan meningkatkan kepekaan sosialnya terhadap persoalan dan kesulitan kehidupan masyarakat.3.Menempatkan Persyarikatan Muhammadiyah sebagai pusat gerakan untuk melaksanakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi munkar ke segenap penjuru dan lapisan masyarakat serta disegala bidang kehidupan di Negara Republiuk Iandonesia yang berdasarkan Pancasila dan UUD 1945.


II.HAKEKAT MUHAMMADIYAH


Dalam proses perjuangan untuk mencapai cita-cutanya, Muhammadiyah itu tidak berada dalam suasana kehampaan. Melainkan berada dalam suatu situasi yang selalu berkembang dan berubah – ubah. Dalam menghadapi dan melalui situasi yang serupa itu, Muhammadiyah tidak boleh brlomba-lomba dan terseret oleh situasi, melainkan harus tetap berpegang teguh pada kepribadian dan pandangan hidupnya sendiri. Dengan pandangan hidupnya itulah Muhammadiyah harus mampu memperkembangkan situasi yang dihadapi ke arah tujuan dan cita-citanya.Dalam pandangan hidup Muhammadiyah itu secara gambkang telah diperjelas hakekat Muhammadiyah yang tidak lain adalah gerakan Islam, bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya, untuk melaksanakan fungsi dan misi manusia sebagai hamba dan khalifah Allah di muka bumi. Disamping itu dijelaskan tentang pandangan Muhammadiyah terhadap agama Islam , dasar-dasar dalam mengamalkan ajarannya sertatekad Muhammadiyah untuk mengamalkan ajaran Islam yang meliputi bidang aqidah, akhlak, ibadah dan mu’amalah duniawiyah.


III.MUHAMMADIYAH DAN MASYARAKAT


Seperti telah ditegaskan dalam Matan Keyakinan dan cita-cita hidup bahwa Muhammadiyah sebagai gerakan yang berasas Islam bercita-cita dan bekerja untuk terwujudnya masyarakat Islam yang sebenar-benarnya.Sesuai dengan cita-cita itu, bagi Muhammadiyah masyarakat adalah merupakan lapangan dan area geraknya, yang secara sunguh-sungguh akan diperkembangkan ke arah kehidupan yang sejahtera naungan ridho illahi. Dalam memperkembangkan masyarakat ke arah kehidupan sejahtera itu Muhammadiyah tekah bertekad untuk menggunakan system Dakwah Jama’ah, yaitu proses dakwah yang menggunakan system pendekatan secara langsung kepada masyarakat melalui problema-problema yang tengah dihadapi oleh masyarakat untuk dikembangkan ke arah kehidfupan yang sejahtera.Di samping itu dengan tetap berotientasi kepada kesejahteraan masyarakat, Muhammadiyah juga bertekad untuk meningkatkan pelaksanaan pola tugasnya seperti yang dirumuskan dalam Anggaran Dasar pasal 4, sehingga kehadiran Muhammadiyah dalam seluruh kehidupan benar-benar dapat dirasakan oleh masyarakat.


IV.MUHAMMADIYAH DAN UKHUWAH ISLAMIYAH


Sesuai dengan penegasan allah SWT dan rasulNya, baik dalam Al Qur’an maupun dalam As sunnah tentang pentingnya ukhuwah Islamiyah, maka sebagai gerakan yang berasas Islam, Muhammadiyah tidak jemu-jemu berusaha mewujudkan dan menggalang kerjasama dan persatuan di kalangan umat Islam.Berbagai bentuk kerjasama harus dapat dibina dan diwujudkan terutama dalam usaha mendakwahkan dan mengamalkan ajaran Islam serta membela kepentingannya. Dalam menggalang dan membina kerjasama ini, sebagai Gerakan Islam yang independent, ditegaskan pula bahwa Muhammadiyah tidak bermaksud menggabungkan dan mensubordinasikan organisasinya dengan organisasi atau lembaga lainnya.


V.MUHAMMADIYAH DAN POLITIK


1.Mu’tamar Muhammadiyah ke 40 telah menegaskan bahwa Muhammadiyah adalah gerakan dakwah Islam yang beramal dalam segala bidang kehidupan manusia dan masyarakat, tidak mempunyai hubungan organisasi dengan dan tidak merupakan affiliasi dari sesuatu partai politik atau organisasi apapun.Penegasan tersebut mengandung pengertian bahwa ;Dalam melaksanakan amal dan usaha Muhammadiyah tidak memilih hanya satu atau sebagian bidang kehidupan manusia dan masyarakat.Sasaran amal usaha Muhammadiyah adalah manusia, baik sebagai individu maupun sebagai bagian-bagian dari kelompok masyarakat.Bidang ketatanegaraan dan atau pemerintah yang juga lazim disebut bidang politik, adalah merupakan salah satu aspek saja dari kehidupan manusia atau masyarakat.Sebagai organisasi, Muhammadiyah adalah independent dengan pengertian tidak merupakan bagian, tidak mempunyai hubungan organisatoris, tidak merupakan affisiasi dan tidak mempunyai ikatan kelembagaan dengan organisasi lain. Muhammadiyah memiliki otoritas otonom dan berwenang mengatur sendiri rumah tangga dan kaidah-kaidah organisasinya.2.Penegasan Mu’tamar ke 38 tersebut, yang kemudian berdasarkan Leputusan Mu’tamar ke 40 juga dicantumkan sebagian bagian materi Khittah Perjuangan Muhammadiyah, pada dasarnya merupakan pendirian Muhammadiyah sejak berdirinya pada tahun 1912. Khusus mengenai dakwah yang ada hubunbgannya dengan bidanh ketatanegaraan dan pemerintahan seringkali timbul masalah yang menyangkut “ struktur “ yang menjadi wadah kegiatan tersebut. Jadi masalah politik dalam Muhammadiyah tidak terletak pada masalah Muhammadiyah melaksanakan dakwak di bidang ketatanegaraan dan pemerintahan atau tidak.3.Hal-hal yang menyangkut “ struktur “ organisasi Muhammadiyah menunjukkan sifatnya fleksibel. Majelis Pendidikan, Pengajaran dan Kebudayaan, Majlis Pembina Lesehatan Ummat dan Majlis Tabligh telah beberapa kali mengawali mengalami perubahan fungsi dan srukturnya. Demikian pula Badan yang diserahi tugas untuk melaksanakan fungsi dakwah di bidang ketatanegaraan dan pemerintah juga telah mengalami beberapa kali perubahan. Namun, badan-badan itu, kalau dibentuk senantiasa merupakan bagian struktural dari Muhammadiyah.4.Periodesasi Hubungan Muhammadiyah dengan PolitikTahun 1912 – 1926Muhammadiyah berdiri pada tahun 1912 dinyatakan bukan sebagai organisasi politik. Namun tidak berarti anggotanya tidak mempunyai aspirasi politik sama sekali. Pada periode ini beberapa diantara anggota Muhammadiyah menjadi anggota dan aktif di SI / PSSI, Komite Tentara Nabi Muhammad, Budi Utomo, dll. Muhammadiyah tidak pernah menentukan sikap resmi terhadap keterlibatan para naggotanya itu. Karena hal itu tidak atau belum menjadi masalah dalam Muhammadiyah.Tahun 1927 – 1959Pada tahun 1927, PSSI menetapkan disiplin organisasi, bahwa anggota PSSI dilarang merangkap keanggotaan dengan Muhammadiyah. Keputusan itu tidak terlalu berarti karena Muhammadiyah sedang dalam masa perkembangan sedang PSSI sedang berada dalam masa surut. Karena sering mengalami perpecahan. Pada periode ini Muhammadiyah memantapkan diri sebagai organisasi Islam untuk amal, namun tidak menentukan sikap resmi terhadap anggota yang melibatkan diri atau menjadi anggota partai politik.Pada tahun beberapa Cabang PSSI tidak pernah puas dengan kebijaksanaan Pimpinan Pusatnya mengenai disiplin organisasi terhadap anggota Muhammadiyah, merintis berdirinya partai baru bernama PRII. Namun maksud itu tidak pernah terealisir.Tahun 1938 – 1942Pada tahun 1938 para pemuka JIB dan Muhammadiyah berhasil mendirikan PII ( Partai Islam Indonesia ). Meslipun banyak anggota Muhammadiyah melibatkan diri dalam kegiatan partai itu, namun Muhammadiyah tidak pernah menetapkan sikap resmi terhadap eksistensi partai itu. Dalam bidang Tanwir pada tahun 1938 diambil keputusan mengizinkan KHA Mansyur, waktu itu ketua PB Muhammadiyah untuk menjadi salah seorang anggota pimpinan PII. PII tidak berusia panjang karena keburu pendudukan tentara Jepang di Indonesia.Tahun 1942 – 1945Muhammadiyah bersama-sama dengan organisasi Islam lainnya mendirikan MIAI ( Majlis Islam A’la Indonesia ) yang kemudian diubah menjadi Masyumi ( Majlis Syura Muslimin Indonesia ). Muhammadiyah tetap tidak merupakan bagian dari majlis itu.Tahun 1945 – 1960Pada tahun 1945 Masyumi dinyatakan sebagai Partai Politik. Muhammadiyah menyatakan diri sebagai anggota istimewa. Hanya dengan Masyumi itulah Muhammadiyah dalam sejarahnya menyatakan diri sebagai struktural dari partai politik. Hal ini dapat dipahami karena pada tahun 1946 dalam Kongres Muslimin Indonesia Masyumi diikrarkan sebagai satu-satunya partai politik Islam di Indonesia. Namun keadaan itu tidak berlangsung lama. Satu demi satu unsur-unsur politik dalam Masyumi memisahkan diri lagi. Yang mula-mula adalah PSII kemudian disusul oleh PERTI dan NU. Pada tahun 1960, atas perintah Presiden Soekarno, Masyumi membubarkan diri. Sebelumnya dalam Kongres Masyumi di Yogyakarta pada tahun 1959, Masyumi menanggalkan institusi keanggotaan istimewa, dengan demikian keanggotaan Muhammadiyah di dalam Masyumi dinyatakan tanggal.Tahun 1960 – 1965Periode ini adalah masa sulit bagi Muhammadiyah. Terdapat usaha dari beberapa Parpol, termasuk NU untuk menghapuskan eksistensi Muhammadiyah dengan dalih sebagai tempat bekas-bekas anggota partai terlarang masyumi. Pimpinan pusat menetapkan strategi lampu hijau. Di samping itu terdapat usaha untuk menjadikan Muhammadiyah sebagai partai politik, tapi tidak pernah berhasil.Tahun 1966-1968Pemerintah menyatakan Muhammadiyah sebagi Ormas yang mempunyai fungsi Politik Riil, dan berhak mempunyai wakil-wakil di lembaga politik. Pada periodeinilah Muhammadiyah secara resmi mempunyai wakil-wakil di lembaga legislatif. Pada periode ini terdapat usaha-usaha untuk membentuk partai politik Islam baru sebagai wadah bagi orang-orang lain yang aspirasi politiknya belum tertampung dalam parpol yang ada. Berhubung dengan adanya program penyederhanaan jumlah partai politik dan ormas, maka Muhammadiyah dihadapkan untuk memilih hanya satu dari tiga alternatif :-Muhammadiyah sebagai partai politik.-Menghidupkan kembali partai Masyumi.-Bersama-sama dengan Ormas Islam lainnya membentuk parpol baru.Akhirnya yang terealisir adalah alternatif ke-3 dengan membentuk Partai Muslimin Indonesia.Dengan terbentuknya Partai baru ini Muhammadiyah masih tetap memiliki independensinyaKomitmen yang dibuat adalah bahwa partai tersebut akan merupakan tempat untuk menyalurkan aspirasi polotik anggota Muhammadiyah.Pada tahun 1969 oleh Sidang Tanwir ditetapkan Khittah Perjuangan Muhammadiyah yang menyatakan :1.POLA DASAR PERJUANGANMuhammadiyah berjuang untuk mencapai fungsi / mewujudkan suatu cita-cita dan keyakinan hidup, yang bersumber pada ajaran Islam.Dakwah Islam dan amar ma’ruf nahi munkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya sebagaimana yang dituntunkan oleh Muhammad Rasulullah saw, adalah satu-satunya jalan untuk mencapai cita-cita dan keyakinan hidup tersebut.Dakwah Islam dan amar ma’ruf nahi munkar seperti yang dimaksud harus dilakukan melalui 2 ( dua ) saluran / bidang secara simultan :saluran politik kenegaraan ( politik praktis )saluran masyarakatUntuk melakukan perjuangan dakwah Islam dan amar ma’ruf nahi munkar seperti yang dimaksud diatas, dibuat alatnya masing-masing yang berupa organisasi :-untuk saluran / bidang politik kenegaraan dengan organisasi politik ( praktis ).-Untuk saluran / bidang masyarakat dengan organisasi non partai.-Muhammadiyah sebagai organisasi memilih dan menempatkan diri sebagai gerakan Islam dan -Amar Ma’ruf nahi Munkar Dalam Bidang Masyarakat. Sedang untuk perjuangan dalam bidang politik kenegaraan ( politik Praktis ), Muhannadiyah membentuk satu Parpol di luar organisasi Muhammadiyah.-Muhammadiyah harus menyadari bahwa partai tersebut adalah merupakan obyeknya dan wajib membunanya.-Antara Muhammadiyah dan Partai tidak ada hubungan organisatoris, tetapi tetap mempunyai ideoligis.-Masing-masing berdiri dan berjalan sendiri-sendiri menurut caranya, tetapi dengan saling pengertian dan menuju tujuan yang satu.-Pada prinsipnya tidak dibenarkan adanya perangkapan jabatan , terutama jabatan Pimpinan antar keduanya demi tertibnya pembagian pekerjaan ( spesialisasi ).2.PROGRAM DASAR PERJUANGANDengan dakwah dan amar ma’ruf nahi munkar dalam arti dan proporsi yang sebenar-benarnya, Muhammadiyah harus dapat membuktikan secara teoritis konsepional secara operasional dan secara konkrit, riil bahwa ajaran Islam mampu mengatur masyarakat dalam Negara Republik Indonesia yang berpancasila dan UUD 1945 menjadi masyarakat yang adil dan makmur sejagtera, bahagia , materiil dan spirituil yang diridhoi Allah SWT.Tahun 1971 sampai sekarangMu’tamat Muhammadiyah le 38 di Ujung Pandang telah menegaskan kembali kaitannya Muhammadiyah dengan fungsi politiknya sebagaimana tercantum pada angka 1 diatas. Ketetapan Mu’tamar itu pada dasrnya merupakan penyesuaian Khittah Perjuangan 1969 dengan perkembangan pilitik dengan pengertian bahwa :Sebagai Gerakan Islam, Muhammadiyah berpendirian bahwa Islam mencakup seluruh bidang dan lapangan d\hidup manusia dan masyarakat. Muhammadiyah lebih menitik beratkan pada “cara” sebagaimana ditetapkan dalam kepribadian Muhammadiyah.Khittah Perjuangan 1969, di dalam hal adanya dan hubungannya dengan parpol tidak relevan dewngan sistem politik Indonesia yang berlaku sekarang. Masalahnya sekarang, bagaiman mekanisme fungsi politik Muhammadiyah tidak merubah citra Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam.5.Fungsi Politik Fungsi Politik dalam rangka ikut input bagi sistem politik terdiri :-Political Sicialization ( Pendidikan Politik ).-Political Recruituent ( Pembinaan Pameran Politik ).-Interest articulation ( Memadukan Kepentingan dan pendapat politik ).-Interest aggregation ( Menyalurkan pendapat/kepentingan politik ).-Political Communication ( Komunikasi Politik ).Untuk Muhammadiyah, maka fungsi sosialisai menjadi tugas Majlis Pendidikan Pengajaran dan kebudayaan, disamping Majlis Tabligh.Fungsi Recruitan dan Interest articulation menjadi tugas Biro Hikmah. Sedang agregasi dan komunikasi dipegang langsung oleh Pimpinan Persyarikatan sendiri.Biro hikmah dalam melaksanakan fungsinya menyelenggarakan antara lain :-Rapat-rapat Pimpinan Biro Hikmah untuk menyiapkan bahan-bahan bagi kepentingan Pimpinan Persyarikatan.-Seminar, diskusi, dll, bentuk studi untuk memperoleh input dari masyarakat.-Mengadakan pembinaan kader bagi anggota Muhammadiyah yang mempunyai bakat dan minat di bidang politik.-Mengadakan komunikasi dengan naggota-anggotanya, politik, parpol, dan organisasi politik lainnya,
i. Tiga identitas Muhammadiyah
Muhammadiyah sebagai gerakan Islam Dari latar belakang berdirinya Muhammadiyah jelaslah bahwa sesungguhnya kelahiran Muhammadiyah itu tidak lain karena diilhami, dimotivasi dan disemangati oleh ajaran-ajaran Al Qur'an. Dan apa yang digerakkan oleh Muhammadiyah tidak ada motif lain kecuali semata-mata untuk merealisasikan prinsip-prinsip ajaran Islam dalam kehidupan yang riel dan kongkrit.
Muhammadiyah sebagai gerakan dakwah IslamMuhammadiyah sebagai gerakan dakwah Islam, Amar Ma’ruf nahi mungkar. Ciri ini telah muncul sejak dari kelahirannya dan tetap melekat tak terpisahkan dalam jati diri Muhammadiyah. Namun sudah menjadi tanggung jawab Muhammadiyah juga sebagai gerakan dakwah Islam amar ma’ruf nahi mungkar untuk meluruskan kembali niatan awal berdirinya Muhammadiyah yang sesuai dengan cita-cita pemikiran Ahmad Dahlan, Muhammadiyah dapat mengangkat agama Islam dan keterbelakangan atau kebodohan massif. Tidak hanya ranah pemahaman agama yang diluruskan namun juga ranah pemahaman maksud dan tujuan organisasi Muhammadiyah, karena Muhammadiyah adalah pure sebuah organisasi kemasyarakatan.
Muhammadiyah sebagai Gerakan Tajdid (Reformasi)Ciri ketiga ini yang melekat pada persyarikatan Muhammadiyah adalah sebagai gerakan Tajdid atau pembaharu. Apabila dari makna dalam segi bahasa Tajdid berarti pembaharuan, dan dari segi istilah tajdid memiliki dua arti yakni : a) pemurnian b) peningkatan, pengembangna, modernisasi sudah menjadi tugas Muhammadiyah bila “pemurnian” tajdid dimaksudkan sebagai pemeliharaan matan ajaran Islam yang berdasarkan sumber Al Qur'an dan As Sunnah shahihSedangkan arti “Peningkatan, pengembangan, modernisasi” tajdid dimaksudkan sebagai penafsiran pengamalan dan perwujudan ajaran Islam dengan tetap berpegang teguh kepada Al Qur'an dan AS Sunnah shahih. Di samping itu ternyata bila diamati Muhammadiyah mempunyai PR untuk menjawab tantangan zaman dan arus globalisasi yang terus melaju. Ø Pemurnian (Purifikasi)Tugas/PR pertama Muhammadiyah adalah purifikasi kembali kepribadian Muhammadiyah yang mulai terinfeksi virus yang akan melencengkan kepribadian Muhammadiyah.Ø Peningkatan, pengembangan, modernisasi Tak melenceng dari awal pemberdayan pemikiran sang pendiri Muhammadiyah maka sebagai tantangan zaman tugas/PR kedua Muhammadiyah adalah meningkatkan etos kerja segala bidang baik dalam dakwah maupun amal usaha Muhammadiyah. Dan mengembangkan serta melebarkan sayap Muhammadiyah dalam penerimaan arus informasi global sebagai tameng kebodohan massif Muhammadiyah. Modernisasi Muhammadiyah bukan berarti meninggalkan dasar pemikiran pertama kali berdirinya, tapi Muhammadiyah dapat up to date bukan berarti berganti baju untuk beridentitas ideologi baru namun Muhammadiyah tetap eksis dalam kepribadian Muhammadiyah sebagai organisasi sosial kemasyarakatan yang tak usang dimakan zaman atau kuno tertinggal arus modernisasi.KESIMPULAN
Dengan melihat gejala yang ada, yang berkelut di tubuh muhammadiyah mau tidak mau harus segera di cari obat penawar agar muhammadiyah tetap dapat sehat seperti sedia kala, sementara di sisi ideologi muhammadiyah sudah semestinya penyimpang dari pondasi awal pemikiran pemberdayaan Ahmad Dahlan perlu adanya purifikasi kembali, agar nantinya tidak terjadi “matinya institusi organisasi dalam hal ini muhammadiyah (The Death of Muhammadiyah) bukan hal yang mustahil akan terjadi manakala muhammadiyah beserta warganya tidak lagi mampu menjawab tantangan zaman. Lebih-lebih, bila tidak punya sense of belonging (rasa kepemilikan) terhadap organisasi karena lemahnya ideologi dan minimnya informasi serta wawasan tentang ke-muhammadiyahan.Dengan demikian warga muhammadiyah masih perlu mempelajari gagasan dan pemikiran KH.Ahmad Dahlan. Terutama yang berkaiatn dengan masalah sholat tepat waktu dan pengamalan ayat-ayat al-qur’an, hal itu tidak dimaksud untuk mengikuti jejaknya secara dokmatik tetapi untuk memberi makna kreatif dan inotvatif.